Bawaslu Kepri Sebut Kampanye Media Sosial Rawan Konflik

Jurnalindo.com – Kampanye yang dilakukan peserta pemilu dan peserta pilkada serentak tahun 2024 di media sosial rawan adanya konflik, demikian Anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Kepulauan Riau Indrawan berpendapat.

Indrawan di Tanjungpinang, Kamis mengatakan bahwa konflik terjadi lantaran perbedaan kepentingan politik sehingga menimbulkan persoalan-persoalan lain, seperti ketersinggungan hingga gesekan antarkelompok pendukung.

Penggunaan kalimat yang tidak baik, saling mengejek atau menghina pribadi peserta pemilu maupun pendukungnya, menyinggung SARA, dan hal-hal negatif lainnya potensial mengubah konflik di dunia maya menuju dunia nyata. Padahal kondisi seperti itu tidak perlu terjadi jika seluruh peserta pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 dapat menahan diri dan saling menghormati.

Menurut dia, lantaran salah satu pihak atau masing-masing pihak mempertahankan argumen atau persepsi, Perdebatan di grup media sosial seperti whatsApp dan Facebook, cenderung memanas. Belum lagi persoalan yang muncul akibat akun bodong, yang ikut dalam perdebatan itu, dan cenderung provokatif.

“Itu pengalaman hasil pengawasan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020,” ujarnya.

Karena pelaksanaan tahapan kampanye pada Pemilu 2024 diperkirakan lebih singkat dibanding pemilu sebelumnya, Indrawan mengemukakan media sosial dan media siber potensial menjadi sarana utama yang dimanfaatkan peserta Pemilu 2024 untuk kampanye.

Masa kampanye Pemilu 2024 diperkirakan hanya 75 hari, sementara pada Pemilu 2019 mencapai 90 hari. Tahapan pemungutan suara dilaksanakan pada 14 Februari 2024 sehingga tahapan kampanye berakhir pada 10 Februari 2024 atau sebelum memasuki masa tenang.

“Artinya, tahapan kampanye mulai diselenggarakan pada Desember 2023,” ucapnya.

Masa kampanye yang relatif singkat itu, katanya, kemungkinan dimanfaatkan peserta kampanye dengan menyosialisasikan diri dan program melalui media sosial dan media siber.

“Karena media sosial dan media siber dianggap memiliki jangkauan yang lebih luas dan lebih efisien,” ucapnya.

Menurut dia, persoalan potensial muncul bila sistem pengawasan tidak dibangun dengan baik. Peraturan dalam kampanye melalui media sosial dan media siber, termasuk sistem pengawasannya, kata mengingatkan, perlu dibangun agar peserta pemilu mematuhinya.

“Upaya pencegahan perlu dilakukan jajaran Bawaslu dan seluruh pihak yang berwenang,” katanya.(ara/iva)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *