Opini  

Tradisi Dhandangan, Undang Nostalgia dari Generasi ke Generasi

Jurnalindo.com, Kudus – Masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah memiliki tradisi yang cukup unik untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tradisi ini disebut dengan Dhandangan. Nama Dhandangan ini sendiri diambil dari suara bedug di Masjid Syekh Ja’far Shodiq atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Sunan Kudus.

Suara tabuhan bedug yang berbunyi “Dag, Dag, Dag” sebagai pertanda dimulainya puasa. Dan dari suara tabuh bedug inilah yang kemudian muncul istilah Dhandangan. Awalnya,

Dhandangan merupakan tradisi para santri berkumpul untuk menunggu pengumuman dari Syekh Ja’far Shodiq terkait penentuan waktu jatuhnya bulan Ramadhan. Seiring berkembangnya zaman, tradisi tersebut menjelma menjadi pasar rakyat yang ramai dipadati pengunjung.

Baca Juga: Potret Keberagamaan di Desa Winong dalam Kacamata Konseling Multibudaya

Berbagai wahana bermain seperti komedi putar, tong stand, hingga rumah hantu pun turut memeriahkan festival Dhandangan.

Perayaan Dhandangan Ramadhan dengan ‘Nyadran Tahlil’ di pesarean Mbah Sunan Kudus Syekh Ja’far Shodiq. Salah satu perayaan masyarakat Kudus yang sudah diakui secara nasional adalah budaya atau kebudayaan dari Sunan Kudus ini.

Setiap akhir bulan Sya’ban beliau sebenarnya tidak menyelenggarakan sebuah ritual. Beliau punya kebiasaan yakni mengumumkan kapan dimulainya bulan suci Ramadhan kepada para santrinya.

Dhandangan yang dulu hanya berupa acara penentu informasi resmi awal bulan Ramadhan yang ditandai dengan bunyi tabuh dari bedug, kini menjelma menjadi acara layaknya pasar malam. Lambat laun, Tradisi Dhandangan banyak dikunjungi khalayak ramai.

Seluruh masyarakat Kudus bahkan yang tinggal di pelosok desa pun ikut berdatangan menyaksikan festival Dhandangan. Suasana kerumunan itu juga yang seringkali dimanfaatkan para pedagang untuk merajut rejeki.

Tradisi Dhandangan biasanya dimulai dua minggu sebelum puasa hingga malam menjelang puasa tiba. Para pedagang ikut serta meramaikan tradisi tersebut dengan berjualan. Tradisi ini ternyata mampu membangkitkan gairah masyarakat khususnya anak-anak dan remaja, hingga menjangkau orang tua dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Ke Kudus, tidak akan lengkap rasanya apabila tidak mampir juga ke Menara Kudus. Menara Kudus merupakan bagian dari kompleks masjid kuno Al-Aqsa. Yang paling unik sudah pasti arsitektur bangunannya. Perpaduan budaya Hindu-Budha dengan Islam yang mirip dengan candi.

Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam lebih menekankan kepada pendekatan-pendekatan budaya. Sunan Kudus mendirikan masjid yang menggunakan arsitektur lokal yang mana di sebelah timur dari masjid tersebut ada sebuah menara yang fungsinya sebagai tempat untuk mengumadzankan adzan. Para penyebar agama Islam ini mereka menggunakan kearifan lokal (local system).

Ada banyak perbedaan tradisi dan budaya di nusantara yang mana warga memahami, yang mana karena dahulu para pendakwah menyampaikan pendekatan budaya sesuai daerah masing-masing.

Inilah pentingnya konseling multibudaya sebagai pendekatan untuk memahami heterogenitas budaya yang akan memengaruhi tingkah laku, pola pikir, dan sikap manusia yang beragam. Terlebih lagi agar mampu memahami dan menerima perbedaan kebudayaan sebagai sebuah keniscayaan.

Baca Juga: Peran IPNU Dalam Mengawal Jalannya Politik Di Negeri Ini

Tradisi Dhandangan setidaknya mencakup tiga unsur pokok diantaranya; pertama, Tradisi Dhandangan merupakan event yang sangat lekat dengan masyarakat sehingga penyelenggaraannya sebagai agenda tahunan yang bernuansa religi ternyata mampu mendobrak salah satu kekuatan ekonomi; kedua, mampu memberikan pemahaman sederhana kepada masyarakat tentang metodologi penataan awal bulan Ramadhan; ketiga, Tradisi Dhandangan yang digelar merupakan tradisi yang sangat kental dengan nuansa Islam sekaligus sebagai bahan syiar kepada masyarakat muslim.

Dari uraian diatas, sekiranya tidak dianggap berebihan jika dikatakan bahwa Tradisi Dhandangan memuat beberapa unsur budaya yang mencakup syiar Islam serta dakwahnya yang terbilang penting bagi masyarakat Kudus, khususnya dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan penuh kegembiraan.

Oleh: Firda Adelia Maharani

Mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling Islam IAIN Kudus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *