Mengupas Benang Kusut Kemampuan, Etos, dan Produktivitas Kerja Insan Nusantara : Sudahkah Berbenah dan Bisa Bersaing dengan Negara Tetangga?

Etos kerja masyarakat Indonesia harus terus berkembang agar siap bersaing di kancah nasional (Sumber Foto. intipesan.com)
Etos kerja masyarakat Indonesia harus terus berkembang agar siap bersaing di kancah nasional (Sumber Foto. intipesan.com)

JurnalIndo.Com – Kemampuan kerja dan etos kerja sumber daya manusia memiliki keterkaitan yang erat. Etos kerja merupakan salah satu indikator penting mengetahui kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. Menurut Darodjat Sinamo, kemampuan kerja merujuk pada keterampilan, pengetahuan, dan kompetensi yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di tempat kerja.

Sementara itu, etos kerja mengacu pada sikap mental, nilai-nilai, dan kebiasaan kerja yang dimiliki oleh individu atau kelompok dalam menjalankan pekerjaan mereka. Darodjat Sinamo menjelaskan etos kerja sebagai fondasi dan sekumpulan perilaku positif yang terdiri dari motivasi penggerak seseorang, karakteristik utama, pemikiran dasar, spirit dasar, kode moral, kode etik, kode perilaku, aspirasi, sikap, keyakinan, standar, dan prinsip. Kemampuan kerja yang baik pada dasarnya membutuhkan adanya etos kerja yang kuat.

Etos kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Seorang pekerja dengan etos kerja yang baik cenderung memiliki dorongan untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilannya, bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, memiliki kedisiplinan yang tinggi, serta mampu bekerja keras dan gigih dalam mencapai tujuan.

Mayoritas orang memang menilai bahwa gelar yang tinggi, sertifikasi atau bahkan pengalaman merupakan segalanya. Namun, semuanya akan kembali pada diri sendiri, seperti seberapa keras kita bekerja, sejauh mana tingkat kreativitas yang digunakan untuk memecahkan masalah, dan seberapa besar tekadmu untuk mencapai tujuan.

Menurut Najwa Shihab, seseorang yang memiliki etos kerja tinggi tentu saja memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut cukup mudah dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti ulet dan tekun, sederhana dan hemat, bekerja dengan kedisiplinan tinggi, menghargai waktu dan kerja keras, bekerja dengan keseriusan merupakan moralitas, masa depan menjadi orientasi ketika bekerja, memiliki motivasi kerja yang tinggi baik internal maupun eksternal.

Menurut saya, di Indonesia sendiri etos kerja menjadi suatu indikator penting dalam membandingkan kemampuan sumber daya manusia antar negara. Kemampuan sumber daya manusia dapat dilihat dari etos kerja yang dimiliki oleh warga negara Indonesia. Berdasarkan studi WEFORUM (World Economic Forum) pada tahun 2015, etos kerja Indonesia berada pada peringkat 34 dari 140 negara.

Hal ini menunjukkan bahwa etos kerja Indonesia masih di bawah banyak negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan Singapura. Survei Gallup pada tahun 2016 menunjukkan rata-rata jam kerja orang Indonesia adalah 47,7 jam/minggu. Angka ini lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (45,6 jam/minggu) dan Malaysia (48 jam/minggu).

Berdasarkan survei Nikkei pada tahun 2020, rata-rata jam kerja karyawan Indonesia hanya 7 jam per hari. Lebih rendah dibandingkan rata-rata negara Asia yaitu 8 jam per hari. Data World Bank menunjukkan GDP per capita Indonesia sekitar US$4.135 pada 2020, jauh lebih rendah dibanding Singapura (US$65.233) dan Malaysia (US$11.414) yang mengindikasikan produktivitas lebih rendah.

Etos kerja suatu negara  juga sering dilihat dari produktivitas kerja tiap warga negara. Studi IMD (International Institute for Management Development) menempatkan Indonesia pada peringkat 32 dari 63 negara dalam hal productivity and efficiency. Produktivitas Indonesia kalah dari Jepang, Swiss, Norwegia, juga Thailand dan Malaysia. Tingkat produktivitas pekerja di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain.

Menurut Kementrian Keuangan dengan mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja, maka akan diperoleh gambaran kondisi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) negara dalam mewujudkan cita-cita pembangunan, serta dapat melihat sejauh mana kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan tingkat produktivitas pekerja Indonesia dalam periode 2010-2017 masih berada pada level rendah, dengan hanya tumbuh 3,8%, lebih lambat jika dibandingkan negara tetangga. Diketahui tingkat produktivitas di Thailand mencapai 5,3%, Vietnam 5,8%, Filipina 4,1%, dan Kamboja 4,3%.  Bahkan indikator Total Factor Productivity (FTP) Indonesia pada periode yang sama tumbuh -1,5%. “Berada di bawah capaian Thailand 0,6%, Malaysia 0,5%, Vietnam 1,8%, Filipina 1,4%, dan Kamboja 1,3%.  Negara yang memiliki produktivitas rendah cenderung memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi, derajat kesehatan yang lebih rendah, dan kemampuan akademis yang juga lebih rendah. Indonesia saat ini hanya menempati urutan ke-87 dalam kategori Human Capital Index (HCI) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia.

Jadi, tingkat produktivitas Indonesia tertinggal cukup jauh jika dibandingkan dengan Singapura, yang menempati urutan tertinggi dalam HCI. Indonesia hanya menang secara kuantitas dari sisi jumlah penduduk. Adapun, berdasarkan data dari Asian Productivity Organization (APO) yang dikutip Kemenkeu, memperlihatkan, pertumbuhan produktivitas tenaga kerja (labour productivity/LP) Indonesia dalam periode 2010-2016 masih tertinggal dari Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan dari Laos.

salah satu penyebab tingkat produktivitas Indonesia rendah tidak terlepas dari faktor kualitas tenaga kerja dan bidang pekerjaan. Tingginya lapangan kerja informal cenderung memberikan sumbangsih nilai tambah yang rendah di perekonomian. Sektor informal memang telah mendominasi Indonesia dengan persentase 57% dari lapangan kerja yang tersedia.

Tinggi sektor informal ini juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan tenaga kerja Indonesia yang masih relatif kurang memadai, di mana tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah mencapai 57,5% dari lapangan kerja yang tersedia. Sebanyak 60,43% dari total pekerja Indonesia juga dengan keterampilan dan keahlian yang masih rendah. Bila dibedah lebih dalam, di sektor informal tenaga kerja dengan pendidikan SMP ke bawah masih mendominasi dan mencapai 75,6%.

Kesimpulannya, etos kerja dan produktivitas SDM Indonesia masih perlu banyak peningkatan untuk mengejar negara-negara tetangga. Perbaikan infrastruktur, regulasi pasar kerja, dan reformasi pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia.

Beberapa opini yang bisa menjadi saran untuk meningkatkan produktivitas dan etos kerja SDM Indonesia yaitu reformasi sistem pendidikan dengan meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah, mengintegrasikan pembelajaran soft skills seperti etos kerja, kerjasama tim, manajemen waktu, dan memperbanyak program magang/praktik kerja agar siswa/mahasiswa terbiasa dengan dunia kerja.

Kemudian melakukan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dalam lingkup perusahaan yang memprioritaskan program pelatihan karyawan secara berkala, meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial karyawan, menerapkan sistem penilaian kinerja dan promosi berdasarkan merit.

Selanjutnya melalui perbaikan lingkungan dan fasilitas kerja dengan berbagai cara seperti menyediakan fasilitas kerja yang nyaman, ergonomis dan aman kemudian meningkatkan disiplin dan ketertiban di lingkungan kerja dan menerapkan sistem reward dan punishment yang adil.

Lalu peran pemerintah dalam memperbaiki regulasi ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja juga diperlukan. Meningkatkan upah minimum untuk menjamin kehidupan layak dan memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang menerapkan program pelatihan SDM lalu menumbuhkan budaya kerja yang mengutamakan kualitas dan produktivitas, mempromosikan nilai-nilai positif seperti integritas, disiplin, dan semangat belajar, dan membangun mindset untuk berkarya dan berkontribusi secara optimal juga bisa menjadi suatu solusi konkret yang diterapkan pemerintah. Peningkatan produktivitas dan etos kerja SDM Indonesia membutuhkan upaya kolaboratif dari pemerintah, institusi pendidikan, perusahaan, serta masyarakat itu sendiri secara berkelanjutan.

Penulis : Duta Arya Pratama

Editot : Jurnal/Mas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *