Resmi, Mahkamah Konstitusi Putuskan Pemilu 2024 Pakai Sistem Proporsional Terbuka

JurnalIndo.com – Jakarta, 16/06 – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu 2024 proporsional terbuka. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna di Gedung MK Jakarta, Kamis (15/6/2023). 

“Dalam pokok permohonan: menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Namun, salah satu juri, Arief Hidayat, berpendapat berbeda, Mahkamah Konstitusi menilai tidak ada yang perlu ditakutkan karena sistem perwakilan proporsional terbuka dapat menjadi ancaman bagi Indonesia pada Pemilu 2024.

Baca Juga: Sidang Putusan MK tentang Pemili Hanya di Hadiri 8 Hakim Mahkamah Konstitusi

MK pun menjelaskan beberapa persoalan yang melatarbelakanginya, seperti adanya aturan mengenai aktor politik yang melanggar pandangan yang membahayakan ideologi negara, serta langkah teknis seperti pencabutan pengangkatan legislator terpilih yang membahayakan ideologi. . dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, menurut hakim, sistem perwakilan proporsional terbuka dalam pemilu juga dipandang sebagai penyempurnaan sistem pemilu umum untuk memperkuat ideologi negara. 

“Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI,” kata hakim.

Baca Juga: Sidang Putusan MK tentang Pemili Hanya di Hadiri 8 Hakim Mahkamah Konstitusi

Hakim juga menyampaikan argumentasi penggugat bahwa akan ada politik uang jika pemilu diselenggarakan dengan sistem perwakilan proporsional terbuka.

Namun, menurut hakim Saldi Isra, kebijakan moneter akan berperan dalam sistem pemilu manapun.

Untuk itu, Saldi pun mengusulkan solusi, yakni penguatan komitmen, penegakan hukum dan pendidikan kewarganegaraan untuk menentang kebijakan moneter. 

“Sikap inipun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali,” tuturnya.

Hakim pun menilai dalil-dalil yang dituliskan penggugat bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu.

Namun, perlu adanya perbaikan di beberapa aspek lain.

“Menurut Mahkamah, perbaikan dan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan bereskpresi serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik,” kata hakim Saldi Isra.

Sebagaimana diketahui, sistem perwakilan proporsional terbuka yang diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Parlemen Nomor 17 Tahun 2017 telah menggugat beberapa orang.

Berdasarkan berkas yang diunggah ke situs Mahkamah Konstitusi, Demas digugat oleh Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono.

Para penggugat menuntut agar sistem Pemilu 2024 diselenggarakan dengan sistem perwakilan proporsional tertutup.

Di sisi lain, ada delapan partai politik di DPR, selain PDIP, yang masih menginginkan sistem pemilu yang terbuka dan proporsional.

Delapan partai tersebut adalah Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP. Kemudian sidang terakhir berlangsung pada 30 Mei 2023.

Namun, dalam perjalanan menuju putusan sidang terkait sistem pemilu 2024, mantan Wakil Hakim dan Sekretaris HAM Denny Indrayana mengaku mendapat informasi bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu 2024 diselenggarakan secara proporsional tertutup.

Isu tersebut ia angkat lewat cuitan di akun Twitter pribadinya @dennyindrayana pada Minggu (28/05/2023). 

“Pagi ini (Minggu) saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” tulisnya.

Dirinya juga mengatakan informasi tersebut berasal dari seseorang yang dapat dipercaya kredibilitasnya.

“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *