Gugatan PDI-P ke PTUN, Upaya Membuktikan Komitmen pada Demokrasi

Budayawan terkemuka Butet Kartaredjasa mengungkapkan sejumlah kekhawatiran terkait kemungkinan Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 02, resmi ditetapkan ( Sumber foto : KOmpas)
Budayawan terkemuka Butet Kartaredjasa mengungkapkan sejumlah kekhawatiran terkait kemungkinan Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 02, resmi ditetapkan ( Sumber foto : KOmpas)

Jurnalindo.com, – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) melalui langkah hukumnya, gugatan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), ingin memberikan pernyataan yang jelas bahwa mereka bukanlah kekuatan politik yang merusak konstitusi.

Langkah ini juga dianggap sebagai upaya PDI-P untuk meraih simpati masyarakat dan menjauhkan diri dari pengaruh kubu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon wakil presiden nomor urut 3 Gibran Rakabuming Raka.

Pengamat politik, Jannus TH Siahaan, menyoroti muatan politis dalam gugatan tersebut, mengatakan bahwa PDI-P ingin menunjukkan dirinya sebagai partai reformis yang menentang segala upaya untuk merusak proses demokrasi di Indonesia.

Meskipun peluang gugatan PDI-P dikabulkan oleh PTUN terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) tidak besar, namun hal tersebut menjadi pernyataan sikap politik PDI-P atas posisi Jokowi dalam Pilpres 2024.

Presiden Jokowi membiarkan Gibran, yang masih menjabat Wali Kota Solo, untuk mendampingi calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2024. Ini menjadi perhatian karena Jokowi dan Gibran naik ke tampuk kekuasaan salah satunya atas dukungan PDI-P, namun dalam Pilpres 2024, PDI-P mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang menjadi rival dari Prabowo-Gibran.

Gugatan PDI-P kepada KPU di PTUN, yang teregistrasi dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT, dilakukan karena dianggap sebagai tindakan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024. Ketua Tim Hukum PDI-P, Gayus Lumbuun, menegaskan bahwa fokus gugatan ini terkait dengan landasan hukum dalam administrasi pendaftaran peserta Pilpres 2024, terutama terkait usia minimum bagi calon wakil presiden.

Menurut Gayus, tindakan KPU yang menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres dianggap melawan hukum karena Gibran belum memenuhi syarat usia minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019. Pengadilan ini tidak dimaksudkan sebagai sengketa proses atau hasil Pemilu, namun sebagai penyelesaian atas tindakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU.

Namun, KPU menanggapi gugatan PDI-P tersebut dengan menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan atas hasil Pilpres hanya bisa dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK), bukan di PTUN. KPU berpedoman pada UU Pemilu dalam merespon informasi gugatan terhadap hasil pemilu.

Dengan gugatan ini, PDI-P ingin memberikan pesan bahwa mereka sebagai partai memiliki komitmen yang kuat terhadap demokrasi dan proses hukum di Indonesia. Selain itu, hal ini juga menunjukkan dinamika politik yang tengah berlangsung pasca-Pilpres 2024, di mana berbagai kepentingan politik dan konstitusional saling berbenturan. (Kompas/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *