“Gadis Kretek” (2023): Memaparkan Kisah di Balik Peracikan Rokok Kretek dengan Nuansa Lokal

Serial orisinal Indonesia "Gadis Kretek," yang dirilis oleh Netflix pada tahun 2023, telah mencuri perhatian publik dengan premis cerita yang menarik (Sumber foto: Bisnis.com)
Serial orisinal Indonesia "Gadis Kretek," yang dirilis oleh Netflix pada tahun 2023, telah mencuri perhatian publik dengan premis cerita yang menarik (Sumber foto: Bisnis.com)

Jurnalindo.com, – Serial orisinal Indonesia “Gadis Kretek,” yang dirilis oleh Netflix pada tahun 2023, telah mencuri perhatian publik dengan premis cerita yang menarik dan kehadiran bintang-bintang ternama.

Diketahui bahwa serial ini tidak hanya menghadirkan kisah romantis, tetapi juga memperlihatkan proses peracikan saus kretek yang jarang dieksplorasi dalam film-film lokal.

Dilansir dari novel berjudul “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala yang terbit pada tahun 2012, serial ini mengisahkan kehidupan seputar perusahaan rokok kretek merek Djagad Raja, yang telah berdiri sejak zaman pascapenjajahan Belanda.

Kisah ini fokus pada karakter Soeraja, pemilik bisnis rokok kretek, yang pada usia tua berjuang melawan kanker dan berharap bertemu kembali dengan seseorang bernama Jeng Yah sebelum meninggal.

Pencarian Soeraja membawa penonton ke sejumlah lokasi di Jawa, di mana ia bertemu dengan Arum. Bersama-sama, mereka berusaha mengungkap hubungan antara Soeraja dan Jeng Yah, yang ternyata memiliki keterkaitan unik dalam peracikan saus kretek di masa lalu.

Salah satu daya tarik utama serial ini adalah penggunaan latar belakang sosial budaya yang kental, menjadikannya representasi Indonesia yang menarik bagi penonton internasional. “Gadis Kretek” juga memperoleh pujian karena diarahkan oleh dua sutradara berprestasi, Kamila Andini dan Ifa Isfansyah, yang sebelumnya telah meraih penghargaan di Piala Citra.

Sinopsis Serial Gadis Kretek (2023):

Mengadaptasi novelnya, “Gadis Kretek” mengikuti perjalanan Soeraja, pemilik bisnis rokok kretek, yang pada usia tua mengidap kanker dan berkeinginan untuk bertemu kembali dengan Jeng Yah sebelum meninggal.

Lebas, putranya, diberi tugas untuk mencari Jeng Yah, dan pencariannya membawanya ke Jawa, di mana ia bertemu dengan Arum. Bersama-sama, mereka berusaha mengungkap hubungan antara Soeraja dan Jeng Yah, serta cerita di balik peracikan saus kretek di pabrik rokok.

Premis Unik dengan Nuansa Lokal yang Kental:

Salah satu aspek yang membuat “Gadis Kretek” begitu menarik adalah premisnya yang unik dengan sentuhan nuansa lokal yang kuat. Serial ini tidak hanya menjadi representasi cerdas tentang peracikan rokok kretek, tetapi juga membeberkan kehidupan pekerja di pabrik kretek, sebuah aspek yang jarang dieksplorasi dalam karya film lokal.

Pentasnya Dian Sastrowardoyo dalam peran Jeng Yah juga menambah daya tarik tersendiri. Serial ini telah sukses merangkum aspek lokal yang sangat melekat dalam budaya Indonesia, dan pemilihan aktor dan aktris ternama tanah air semakin mengokohkan kualitas produksinya.

Potret Diskriminasi Perempuan di Balik Racikan Kretek:

“Gadis Kretek” tidak hanya menawarkan kisah romantis dan sosial budaya, tetapi juga menyoroti isu-isu sosial yang mendalam. Serial ini memotret diskriminasi yang dihadapi Jeng Yah dalam pekerjaannya sebagai mandor di pabrik kretek milik ayahnya.

Sebagai seorang perempuan, Jeng Yah dihadapkan pada stigma dan ketidaksetujuan untuk terlibat dalam peracikan saus kretek. Meskipun memiliki bakat unik dalam meracik, dia harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan di tengah pandangan keliru tentang perempuan dalam pekerjaan tersebut.

Konflik Asmara dan Latar Sejarah yang Kuat:

Serial ini tidak hanya memusatkan perhatian pada kisah romantis antara Jeng Yah dan Soeraja, tetapi juga memasukkan konflik latar sejarah, seperti konflik politik yang tersirat terkait PKI di era 1960-an. Dengan alur yang melibatkan dua periode waktu yang berbeda, “Gadis Kretek” berhasil mengeksplorasi potret dua masa yang sangat berbeda.

Latar sosial budaya di tahun 1960-an direpresentasikan dengan baik melalui penampilan visual yang autentik, mencakup busana, riasan, dan gaya bicara. Keberhasilan dalam merangkum sejarah dan budaya membuat serial ini menjadi lebih menarik dan informatif.

Sinematografi Memukau dan Akting Berkualitas:

Salah satu keunggulan “Gadis Kretek” terletak pada sinematografinya yang memukau, memberikan pengalaman visual yang memanjakan mata. Chemistry yang kuat antara Dian Sastrowardoyo dan Ario Bayu (Soeraja) membuat cerita asmara menjadi lebih meyakinkan.

Selain itu, akting dari seluruh pemain, termasuk Arya Saloka (Lebas) dan Putri Marino (Arum), mencuri perhatian dan memberikan dimensi lebih dalam pada setiap karakter. Pemilihan pemain yang tepat membantu menciptakan nuansa yang autentik dan kohesif dalam “Gadis Kretek.”

Kesimpulan:

“Gadis Kretek” bukan hanya sekadar serial romantis, tetapi juga sebuah karya seni yang memperlihatkan sisi-sisi unik dari budaya Indonesia. Dengan menggabungkan cerita asmara, latar sejarah, dan isu-isu sosial yang mendalam, serial ini berhasil menarik perhatian penonton lokal dan internasional.

Serial ini bukan hanya sekadar hiburan semata, melainkan juga medium yang memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia. Dengan kualitas produksi yang tinggi, “Gadis Kretek” memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberagaman konten lokal yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan penonton. Bagi pecinta drama dengan sentuhan lokal, “Gadis Kretek” menjadi pilihan yang tepat untuk dinikmati. (Kompasiana/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *