Air Sungai Silugonggo Berubah Asin. Dipastikan Petani di Gabus Gagal Panen

Jurnalindo.com, Pati – Para Petani Padi di Desa Mintobasuki Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati dipastikan gagal panen. Lantaran Aliran air Sungai Silugonggo berubah menjadi asin. Tentunya kondisi demikian tidak mungkin bisa digunakan untuk mengairi areal persawahan.

Selain menggunakan sistem tadah hujan, beberapa petani masih ada yang menggunakan aliran air Sungai Silugonggo untuk menyuplai air di sawahnya pada saat musim kemarau.

Tukini, salah satu petani desa setempat mengatakan bahwa setiap musim kemarau warga sekitar biasanya bisa mengambil air dari sungai Silugonggo untuk mengairi persawahan.

Baca Juga: 38 Atlet Siap Bertanding, NPCI Kabupaten Pati Targetkan 10 Medali.

Namun, di musim kemarau ini para petani tidak bisa mengambil air dari Sungai tersebut, Pasalnya air itu berubah menjadi asin, Kalau masih nekat mengambil air itu dapat dipastikan tanaman padi akan mati.

“Kering, airnya asin, tidak bisa nyedot, airnya dari sungai tapi tidak bisa diambil karena airnya asin kalau untuk mengairi tanaman itu mati. Tanahnya itu kering terus langsung mati,” ujar Tukini saat ditemui di sawahnya pada Kamis, (8/9/2023).

Menurutnya, kekeringan yang menimpa lahan persawahan dan sekitarnya sudah terjadi beberapa Minggu yang lalu. Hal tersebut diperparah dengan kondisi air sungai yang tidak bisa untuk mengairi tanaman padinya.

“Satu bulan waktu masih ada air. Kering ya sudah ada 3 mingguan. Seminggu ini tidak bisa menyedot karena airnya asin,” ucapnya.

Imbas tidak adanya supply air ke sawah, para petani membiarkan tanaman padinya menguning sampai mati. Selain itu, sebagian petani, ada yang berencana untuk memotong dan menggunakannya sebagai pakan ternak.

“Rencana ya ada yang potong, tapi kalau tidak bisa dipelihara ya dipotong karena kering. Itu sudah mati tidak dirawat,” lanjutnya.

Dikatakan kerugian yang dialaminya mencapai Rp 2.000.000 lebih untuk di bibit saja. Sedangkan untuk tenaga penanaman padi mencapai Rp 500.000 lebih. Hal tersebut belum termasuk biaya lainnya seperti pupuk, dan biaya perawatan lainnya.

Baca Juga: Ironis! DAK 19 Miliar Tahun 2023 di Bidang pendidikan, Data Akreditasi Sekolah Dimanipulasi

“Buang modal, satu kotak itu orang 8, kalau dua kotak 16. Kalau bibitnya 240 ribu per kotak itu kalau yang murah, ada yang 300 ribu, itu yang paling jelek 240 ribu. Tenaganya banyak itu, satu kotak orang 8 per orangnya itu 40 ribu. Belum lagi perawatannya,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *