Opini  

Tradisi Mapak Siji Ramadhan, Budaya Pada Masyarakat Desa Jetak Kedungdowo

Jurnalindo.com, Manusia dan kebudayaan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, kebudayaan muncul berdasarkan hasil kegiatan atau interaksi yang dilakukan antar manusia sebagai makhluk sosial.

Berdasarkan pandangan agama Islam, dijelaskan bahwa walaupun berbeda manusia satu dengan manusia yang lain diciptakan agar mereka saling mengenal. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al- Hujurat :13 “li ta’aarafuu”.

Proses saling mengenal ini akan menjadikan manusia untuk saling menghormati, saling berhubungan, dan saling bekerja sama dalam banyak hal terutama dalam pemenuhan kebutuhannya.

Baca Juga: Tradisi Dhandangan, Undang Nostalgia dari Generasi ke Generasi

Pengertian

Suatu sistem kepercayaan, simbol dan nilai-nilai leluhur yang tetap dijaga dan dilestarikan secara turun temurun disebut sebagai budaya. Tradisi mapak siji ramadhan berasal dari kata “mapak” yang berarti menyambut/menjemput. Sedangkan “siji Ramadhan” berarti malam pertama pada bulan Ramadhan. Tradisi menyambut malam bulan suci Ramadhan dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah Mapak Siji Ramadhan.

Tradisi mapak siji Ramadhan di Desa Jetak Kedungdowo merupakan budaya turun temurun yang masih dilestarikan masyarakat sejak 2 tahun terakhir. Tradisi ini mendapat dukungan dan antusias yang positif oleh ikatan remaja, masyarakat desa dan bahkan masyarakat dari desa tetangga yang turut memeriahkan acara tersebut.

Rangkaian Acara Pelaksanaan

Tradisi Mapak Siji Ramadhan digelar pada hari kedua sebelum melaksanakan ibadah puasa pada Bulan Ramadhan, tradisi ini di mulai dengan acara tradisi tabuh bedug dandangan yang dilakukan satu kali oleh Ta’mir Masjid Besar Darussalam dan dilanjutkan dengan berbagai macam lomba tradisional dan aneka bazar makanan tradisional yang bertempat di depan halaman masjid.

Tradisi Mapak Siji Ramadhan ini menjadi suatu bentuk tradisi hasil adopsi yang diambil dari kebudayaan yang ditinggalkan oleh Sunan Kudus dan kemudian diadopsi oleh masyarakat Desa Jetak dengan versi yang berbeda tanpa menghilangkan unsur kebudayaan sebelumnya.

Kebudayaan sebelumnya yang dimaksut dapat dilihat dalam serangkaian acaranya yang masih terbilang sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat sebelumnya. Budaya tabuh bedug dandhangan, budaya ziarah makam hingga acara bazar yang diperkenalkan merupakan adopsi dari budaya sebelumnya.

Tujuan dari tradisi ini pun juga sama yaitu bertujuan untuk memberitahu kepada masyarakat bahwa esok hari telah masuk pada bulan suci Ramadhan. Berdasarkan pendapat salah satu warga masyarakat Dukuh Jetak, terdapat sedikit perbedaan antara tradisi mapak siji Ramadhan pada zaman dulu dengan tradisi versi Desa Jetak sekarang.

Perbedaan ini terletak pada saat bazar dilakukan, kalau pada zaman dulu harus membawa uang karena jajan yang disediakan tidak gratis. Namun, untuk versi di Desa Jetak ini semua jajanan gratis. kita nanti akan diberikan kupon oleh panitia, dengan kupon ini kita dapat menukarkan dengan berbagai macam makanan dan minuman yang disediakan secara gratis.

Perspektif Sosial, Agama dan Psikologis

Budaya berbagi di Lingkungan masyarakat Desa Jetak ini sebagai bentuk terapi rasa syukur akan kehadiran bulan suci Ramadhan, dengan adanya tradisi ini diharapkan dapat terus menjalin hubungan dan interaksi yang baik dengan masyarakat sekitar. Apalagi sebagai makhluk sosial, yang mana manusia akan terus berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Baca Juga: Potret Keberagamaan di Desa Winong dalam Kacamata Konseling Multibudaya

Budaya berbagi dalam Islam disebut sebagai sedekah, sedekah berasal dari bahasa arab yang berarti memberikan. Sedekah juga merupakan bentuk cinta dan kasih sayang terhadap sesama yang dapat diberikan dengan berbagai cara.

Apabila dilihat dalam pandangan psikologis, tradisi mapak siji Ramadhan berfungsi sebagai terapi syukur kepada allah serta jalan bagi manusia sebagai makhluk sosial untuk dapat terus berinteraksi dan berhubungan dengan budaya lain dalam proses aktualisasi dirinya.

Hal ini sesuai dengan teori hierarki Abraham Maslow, beliau berasumsi bahwa kebutuhan manusia tersusun berdasarkan 5 Hierarki Kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan penghargaan, dan yang terakhir yaitu kebutuhan aktualisasi diri.

Oleh : Risma Adiba Salma 

Bimbingan Konseling Islam kak IAIN Kudus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *