Wacana Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 di DPR: Tantangan dan Analisis

Wacana pengguliran hak angket untuk mengungkap dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 di Indonesia mendapat sorotan tajam (Sumber foto : BeritaSatu)
Wacana pengguliran hak angket untuk mengungkap dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 di Indonesia mendapat sorotan tajam (Sumber foto : BeritaSatu)

Jurnalindo.com, – Wacana pengguliran hak angket untuk mengungkap dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 di Indonesia mendapat sorotan tajam. Namun, prosesnya tidak akan berjalan mulus mengingat sejumlah kendala yang dihadapi, terutama di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Analisis mengenai situasi ini disampaikan oleh pengamat politik Dedi Kurnia Syah.

Menurut Dedi, PDIP, yang merupakan partai pemenang sekaligus penguasa di DPR, menghadapi tantangan internal yang signifikan, termasuk faktor-faktor seperti kasus Ganjar Pranowo dan Harun Masiku, serta peran Puan Maharani.

Kasus Ganjar yang dilaporkan ke KPK dan status buronan Harun Masiku menciptakan ketegangan dalam partai, mengganggu soliditas dalam pengambilan keputusan, termasuk terkait hak angket. Terlebih lagi, Puan Maharani, Ketua DPP PDIP dan Ketua Umum PDIP, juga memiliki basis pendukungnya sendiri, yang mempersulit proses pengambilan keputusan di internal partai.

Harun Masiku, yang menjadi buron sejak awal 2020, terkait dengan dugaan suap terkait penggantian caleg pemenang suara terbesar yang meninggal dunia. Sementara itu, Ganjar Pranowo, calon presiden nomor urut 3 PDIP, juga dilaporkan ke KPK atas dugaan menerima suap atau gratifikasi. Kedua kasus ini menjadi beban berat bagi PDIP.

Di samping itu, Puan Maharani juga dinilai memiliki kecenderungan untuk mendukung Joko Widodo (Jokowi), Presiden saat itu, yang mungkin menjadi pihak yang diselidiki dalam hak angket. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan.

Dedi menyatakan bahwa meskipun hak angket mungkin digulirkan, sulit untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Jika hak angket digulirkan, kemungkinan besar akan sulit untuk mencapai tujuan sebenarnya, yaitu membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden.

Selain itu, PDIP juga dihadapkan pada ketidaksolidan antara Puan Maharani dengan kader lainnya, yang memperumit proses pengambilan keputusan. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa hak angket sulit untuk digulirkan, dan mungkin akan terhenti dalam proses.

Syarat untuk mengajukan hak angket DPR diatur dalam undang-undang, di mana dibutuhkan dukungan minimal 50% anggota DPR dari lebih dari satu fraksi. Namun, dengan kondisi internal PDIP yang rumit dan tantangan eksternal yang ada, proses ini kemungkinan akan berjalan dengan berbagai hambatan.

Sebagai reaksi terhadap ketidakpastian ini, kader PDIP di wilayah Jabodetabek menyampaikan kekecewaan mereka terhadap absennya Puan Maharani dalam sidang paripurna dan lambatnya proses pengguliran hak angket. Mereka menekankan pentingnya hak angket untuk mengungkap dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, terutama terkait dengan Presiden Jokowi.

Dalam konteks ini, beberapa fraksi di DPR, seperti PDIP, PKS, dan PKB, telah bersuara untuk mendukung hak angket sebagai upaya mengungkap dugaan kecurangan dalam pemilu tersebut. Namun, dengan berbagai kompleksitas politik yang ada, termasuk dalam internal PDIP, proses hak angket ini akan menghadapi tantangan serius sebelum bisa terwujud. (Tribunnkaltim/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *