Pentingnya Pelembagaan Oposisi Kritis untuk Menyelamatkan Demokrasi

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menyoroti kualitas proses pemilu yang diwarnai oleh dugaan kecurangan, dorongan pilpres (Sumber foto : Detik.news)
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menyoroti kualitas proses pemilu yang diwarnai oleh dugaan kecurangan, dorongan pilpres (Sumber foto : Detik.news)

Jurnalindo.com, – Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menyoroti kualitas proses pemilu yang diwarnai oleh dugaan kecurangan, dorongan pilpres satu putaran, dan pengabaian terhadap nilai-nilai etis demokrasi di Indonesia. Menurutnya, situasi ini memerlukan pelembagaan oposisi kritis sebagai langkah untuk memulihkan demokrasi yang bermartabat.

Dalam webinar nasional yang diadakan oleh Moya Institute, Sirojudin menekankan pentingnya peran partai politik, terutama yang berada di luar koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, untuk membentuk oposisi yang lebih steril. Ia mengajak publik untuk mendorong partai-partai tersebut, termasuk PDIP, untuk mengambil sikap yang jelas dalam konteks penyelamatan demokrasi Indonesia.

“Ketika situasi memanggil seperti saat ini, diharapkan ada pelembagaan oposisi yang lebih steril. Misalnya, kenapa tidak kita dorong saja PDIP dengan kekuatan yang dimiliki untuk mulai mengambil sikap jelas dalam konteks penyelamatan demokrasi Indonesia ke depan,” ungkap Sirojudin.

Menurutnya, oposisi terhadap praktik kekuasaan yang mengabaikan nilai dan etika demokrasi perlu dilakukan, terutama mengingat upaya pemakzulan yang sudah muncul. Ia meyakini bahwa dukungan dari masyarakat sipil, mahasiswa, dan dunia internasional akan menyertai langkah-langkah tegas tersebut.

Pendiri Setara Institute, Hendardi, menyampaikan keprihatinannya terhadap perkuatan vetokrasi di era pemerintahan Joko Widodo. Vetokrasi merujuk pada pemblokiran aspirasi kolektif masyarakat oleh sekelompok orang, yang pada gilirannya merusak proses legislasi di DPR dan mengancam independensi Mahkamah Konstitusi.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia, Ikrar Nusa Bhakti, menilai bahwa demokrasi Indonesia semakin terancam, terutama setelah Jokowi memajukan putranya, Gibran, sebagai cawapres. Ia menyebut Pilpres 2024 sebagai pesta demokrasi terburuk di era Reformasi.

“Ikrar mengatakan demokrasi Indonesia semakin terancam sejak Jokowi tanpa malu-malu memajukan putranya, Gibran, sebagai cawapres. Hal tersebutlah yang menjadikan Pilpres 2024 sebagai pesta.  (Jpnn/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *