Jurnalindo.com, – Sejumlah pegiat antikorupsi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut Tangerang. Laporan tersebut disampaikan pada Jumat, 31 Oktober 2025, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Dugaan ini berkaitan dengan penerbitan sertifikat HGB untuk area sepanjang 30,16 kilometer yang berada di perairan Tangerang, yang melibatkan dua perusahaan besar.
Menurut data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat dua perusahaan yang tercatat memiliki sertifikat HGB di kawasan tersebut, yaitu PT Intan Agung Makmur dengan 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa dengan 20 bidang. Selain itu, ada juga beberapa bidang sertifikat yang dimiliki oleh perorangan, serta Sertifikat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang.
Indikasi Korupsi dalam Proses Administrasi
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyebutkan bahwa salah satu indikasi adanya korupsi adalah absennya proses administrasi dalam penerbitan sertifikat. Menurut Julius, dalam kasus ini, proses sertifikasi tampak tidak melalui prosedur yang seharusnya, seperti tidak adanya pemeriksaan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Bahkan, sertifikat bisa diterbitkan dalam waktu singkat, hanya dalam sehari.
“Dalam kasus reklamasi Jakarta itu modusnya selalu suap. Sehingga tidak perlu ada proses di PTSP, tidak perlu ada proses pemeriksaan, tiba-tiba dalam waktu satu hari sertifikatnya jadi,” ungkap Julius saat diwawancarai di Gedung KPK.
Julius juga menyoroti praktik nominee, di mana nama-nama warga digunakan tanpa izin untuk mendirikan sertifikat bagi pihak-pihak tertentu. Dia menyebutkan adanya temuan KTP warga yang dipinjamkan untuk tujuan sertifikasi tanpa sepengetahuan mereka.
Terkait Anak Perusahaan Agung Sedayu
Julius juga menyoroti keberadaan anak perusahaan Agung Sedayu yang diduga tidak memiliki identitas yang jelas. Menurutnya, anak perusahaan tersebut tidak dapat ditemukan kantor atau staf yang teridentifikasi, yang memunculkan dugaan bahwa perusahaan ini adalah badan hukum fiktif yang digunakan untuk tujuan tertentu.
“Seseorang yang mengajukan sertifikasi lahan itu domisili hukumnya harus jelas. Harus ada pemeriksaan. Ini kantor dan perusahaannya bodong atau tidak,” tambah Julius. Ia menduga bahwa anak perusahaan tersebut digunakan sebagai nominee untuk mengalihkan kepemilikan tanah.
Tanggapan Mantan Ketua KPK dan Pemerintah
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, yang turut menjadi bagian dari pelapor, menegaskan pentingnya KPK untuk memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat pemerintah dan pemilik Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma atau Aguan. “Kami meminta supaya KPK tidak usah khawatir memanggil orang yang merasa dirinya kuat selama ini, yaitu Aguan,” ujar Abraham.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, juga memberikan pernyataan terkait masalah ini, dengan menegaskan bahwa SGHB yang dimiliki PT Intan Agung Makmur adalah ilegal. Menurutnya, area laut tidak dapat dimiliki atau diberikan sertifikat. Pembangunan di ruang laut pun harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Jadi itu sudah jelas ilegal juga,” kata Trenggono setelah bertemu Presiden Prabowo Subianto pada Januari 2025.
Pihak Agung Sedayu Menyatakan Sertifikat Sesuai Prosedur
Sementara itu, kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, menjelaskan bahwa kepemilikan SHGB atas nama anak perusahaannya tidak mencakup seluruh luas pagar laut tersebut. Menurut Muannas, penerbitan SHGB sudah melalui proses yang sah dan sesuai prosedur. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya telah membayar pajak yang sesuai dan memiliki Surat Izin Lokasi/PKKPR untuk proyek tersebut. “Kita beli dari rakyat SHM,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari Antara pada 24 Januari 2025.
Pemeriksaan KPK Diharapkan Menuntaskan Kasus
Kendati demikian, pegiat antikorupsi dan sejumlah pihak lainnya mengharapkan KPK dapat segera melakukan pemeriksaan mendalam terhadap dugaan korupsi ini, mulai dari pejabat pemerintah hingga para pemilik perusahaan yang terlibat. Kejelasan mengenai legalitas dan keabsahan penerbitan sertifikat ini sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat menjalani proses hukum yang adil dan transparan. (Tempo.co/Nada)