yuk intip cara Lestarikan budaya Kota Lama Semarang menurut Setitik.id

Jurnalindo.com, Semarang – Kenangan apa yang Anda ingat ketika mengunjungi kota Semarang? Tentu sebagian besar jawabannya adalah Bandeng Presto, Lumpia, Moassi, Winco Babat yang sangat populer.

Tapi, bukankah oleh-oleh itu hanya makanan? Misalnya, batik tulisan tangan dari UMKM lokal Setik.Ed bisa dijadikan sebagai oleh-oleh karena memperlihatkan detail keindahan kota kuno Semarang.

Berbeda dengan kebanyakan batik daerah yang langsung menyulap ikon wisata, brand fesyen yang didirikan oleh perempuan muda bernama Jessie Setiawati ini mendeskripsikan Kota kuno Semarang secara detail.

Inspirasi citra batik Setik.id hadir dari detail yang terasa sangat out of the box pada fasad atau bagian bangunan.

Baca Juga: Tips Cuci Baju Batik Agar Awet Dan Tak Luntur

“Jadi memang tujuannya ingin mengangkat cerita Kota Lama sebagai cagar budaya bukan hanya tujuan wisata semata. Tapi juga bisa jadi karya lain dalam bentuk kain,” kata Jessie menceritakan awal mula dirinya menciptakan batik tulis saat ditemui baru-baru ini.

Ia mengaku memiliki keinginan untuk melestarikan budaya melalui motif sejak 2012. Namun, karena kreatif menciptakan motif tersebut tidak mudah, idenya mulai terealisasi pada 2016.

Total, Jessie menyiapkan sepuluh motif dari sembilan bangunan ikonik di kota tua Semarang.

Beberapa gedung yang terkenal antara lain Gedung Monod, Gereja Blenduk GPIB Immanuel Semarang, di bekas kantor perusahaan asuransi Belanda bernama Nilmij atau sekarang dikenal dengan Gedung Asuransi Jiwasraya.

Saat bertemu, pria 32 tahun itu memperlihatkan dua motif yang terinspirasi dari Gereja Blendik.

Motif pertama terinspirasi dari tangga spiral di dalam gereja.

Untuk menambah kedalaman, Jessie juga menyertakan motif bunga yang ada di podium pengkhotbah untuk melengkapi motif pertama ini.

Dicetak di atas kain kuning, motifnya dengan indah menggambarkan tangga melingkar yang menghubungkan lantai pertama dan kedua gereja Blendik, yang telah ada sejak 1753.

Ada juga motif kedua yang terilhami dari ubin-ubin khas arsitektur neo-klasik yang terpasang di Gereja Blenduk.

Motif kedua ini terlihat sederhana namun sebenarnya memiliki tingkat detail yang lebih dalam serta waktu pembuatan yang nampaknya lebih lama.

Keindahan motif arsitektur neo-klasik itu pun dituangkan Jessie dalam dua kain berbentuk blus berwarna merah dan biru.

Karena batiknya merupakan batik tulis yang dikerjakan manual dengan tangan, proses pembuatan batik ini pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Untuk membatik selembar kain berukuran 2,5 meter bisa memakan waktu dua pekan hingga satu bulan tergantung dari periode pembuatannya.

“Untuk pembuatan waktu cepat ya 2 minggu bisa, tapi kadang juga bisa sampai satu bulan lebih baru jadi,” katanya.

Jessie pun terus mencari cara untuk memperbesar kapasitas Setitik.id menjadi bisnis yang semakin berkelanjutan.

Salah satu langkahnya ialah dengan bergabung dalam program Kita Muda Kreatif (KMK) yang diikutinya sejak 2022.

KMK merupakan program dari UNESCO dan juga Citi Foundation untuk mengembangkan usaha-usaha lokal yang berada di kawasan Cagar Budaya.

Setelah rutin mengikuti pelatihan-pelatihan dari KMK, Jessie mempelajari banyak hal baru tentang bisnis, mulai dari manajemen bisnis hingga pengembangan ide kreatif.

Dengan tekun ia memperbesar kapasitas Setitik.id hingga akhirnya bisa menyabet prestasi lewat kompetisi-kompetisi bisnis.

Salah satunya seperti UNESCO World Heritage (WH) 50 Competition dalam kategori pembuatan merchandise dengan menempati posisi ketiga secara nasional.

Baca Juga: Ganjar Pranowo sebut kampung batik menjadi alternatif wisata dalam negeri

Memberdayakan masyarakat
 
Selain ingin melestarikan warisan cagar budaya lewat karya, wanita kelahiran 1990 itu juga ingin usahanya bisa memberdayakan masyarakat sekitar Kota Lama Semarang.

Ia pun mencoba langkah memberdayakan masyarakat sekitar yang tinggal di kawasan Kota Lama Semarang untuk mulai menekuni batik tulis dengan inisiatif bernama “Mbatik di jalanan bareng Setitik”.

Sesuai dengan nama produknya Setitik, langkah mengajak masyarakat untuk membatik yang terasa cuma setitik itu diharapkan bisa memberi dampak besar serta berkelanjutan di masa depan.

“Jadi memang inginnya jangan sampai Kota Lama terulang lagi terbengkalai. Lewat program ini jadinya Setitik ajakin orang-orang yang ada di Kawasan Kota Lama belajar membatik. Mulai dari penjual telur gulung atau para pemulung yang sering bekerja di sekitar sini,” kata Jessie.

Lebih lanjut ia menambahkan, “Mereka memang harus terlibat dan dilibatkan untuk melestarikan budaya yang ada di area ini. Keberadaan mereka di area ini bahkan lebih penting karena mereka yang paling memahami kondisi di Kota Lama.”

Mengambil lokasi di fasilitas publik Taman Srigunting yang memang bisa digunakan untuk masyarakat umum, kegiatan “Mbatik di jalanan bareng Setitik” tak jarang menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Kerap ada wisatawan yang awalnya hanya memperhatikan akhirnya ikut berpartisipasi belajar membatik ketika kelas sedang berlangsung.

“Mbatik di jalanan bareng Setitik” digelar secara rutin sejak 2021, dengan jadwal setiap hari Kamis di minggu ketiga setiap bulannya.

Selama kegiatan itu berlangsung, kini sudah cukup banyak kain batik yang tercipta sebagai buah tangan masyarakat sekitar.

Kain-kain hasil peserta di kelas membatik itu ditargetkan akan mulai dijual kepada masyarakat umum pada 2023 dan tengah menjajaki kesepakatan dengan toko-toko di kawasan Kota Lama sebagai lokasi penjualannya.

Ia menyebutkan, hasil penjualan batik itu nantinya akan diberikan kepada peserta kelas yang produknya berhasil dibeli sehingga bisa menjadi pemasukan tambahan di luar pekerjaan harian mereka.

Mimpi untuk memenuhi ketiga aspek dari pembangunan Setitik.id yakni artculture, dan social pun tak berhenti sampai di titik ini saja.

Jessie dalam waktu dekat akan kembali merilis motif baru yang terinspirasi dari bangunan bernama Soesman Kantoor yang juga menjadi bagian penting dari sejarah Kota Lama Semarang.

Harapannya dengan menuangkan detail bangunan kawasan Kota Lama sebagai cara budaya ke dalam sebuah batik, maka Kota Lama dapat terus dikenang tak hanya sebagai kota wisata tapi juga sebagai inspirasi untuk terus berkarya.

Bagi anda yang tertarik dengan oleh-oleh batik khas Semarang ala Setitik.id anda bisa langsung menghubungi Jessie melalui instagram @setitik.id.

(Nada/Ara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *