Sosok Nani Wijaya, Mulai Dari Penari Sampai Artis, Masa Mudanya sudah Keluar Masuk Istana

JurnalIndo.com – Jakarta, 16/03 – Nani Wijaya telah terhubung dengan dunia seni sejak masa mudanya. Sejak berusia 6 tahun, orang tuanya mengirimnya ke sanggar tari di Cirebon, Karena itu, ia fasih dan menguasai tarian klasik Sunda dan Jawa.

Kemampuannya berjalan di atas panggung membuat banyak orang kagum dan ia kemudian direkrut sebagai anggota Tunas Mekar Dance Company pada tahun 1957.

Grup tersebut merupakan salah satu grup Tari paling terkenal di Jakarta pada tahun 1950-an. Di sana ia belajar tari Serampang Dekdu.

Baca Juga: Gubernur Zainal Arifin Paliwang Terima Kedatangan Tim SKK Migas di Tanjung Selor

Seiring berjalannya waktu, wanita kelahiran 10 November 1944 ini mulai mendulang popularitas. Gerakan tarinya menyatu dengan musik. Sangat enak dipandang dan menghibur.

Dalam penggambaran Ajip Rosid tentang Siapa Orang Sunda (2003), ia keluar masuk Istana Negara Jakarta sejak usianya kurang dari 20 tahun.

Setiap ada acara kenegaraan, tim kepresidenan Sukarno mengundang Nani Wijaya untuk unjuk kebolehan. Ia biasa menari bersama teman-temannya Irawat dan Indrawat dari Bandung.

Baca Juga: Kapolresta Pimpin RAT ke XLIV Primkoppol Polresta Pati

Tidak semua orang bisa masuk ke istana, apalagi menghadap pejabat. Pada titik ini, Nani Wijaya cukup beruntung menjadikan ini portofolio utamanya.

Berkat hal tersebut, ia sukses mengikuti pertunjukan tari di berbagai belahan dunia. Tahun 1959 merupakan titik balik dalam hidupnya.

Tahun itu, ia memenangkan penghargaan di sebuah festival tari dan ditonton oleh Nurkande, seorang pejabat perusahaan film Anom Pictures.

Nurkande mengajak Nani untuk menjadi pemeran pendukung dalam film Darah Tinggi besutan Lilik Sujio yang diputar pada tahun 1960. Ia hanya berperan sebagai gadis pesantren yang sakit. 

“Setelah dapat tawaran itu, ayah saya mengizinkan. Namun, katanya, jangan sampai berbuat hal-hal memalukan,” kenang Nani, dikutip dari buku Ajip Rosidi, yang kelak menjadi suaminya itu. 

Anehnya, Nani tampak sukses dan luar biasa. Film “Blood High” menjadi titik tolak Nani hijrah dari penari utama Soekarno ke dunia perfilman.

Sejak itu ia menjadi aktor dan membintangi beberapa film seperti Di Lereng Gunung Kawi (1961), We Wake Up Tomorrow (1964), Bend of Death (1966) dll.

Dari sekian banyak film yang dibintanginya, mungkin hanya Young Lovers (1978) dan Kartini (1983) yang membawa Nani ke puncak kesuksesan.

Karena dengan dua film Sjumandjaja ini ia berhasil meraih Piala Citra Pemeran Utama Wanita Terbaik.

Sebagai aktor muda, belum genap 40 tahun, Nani bertemu dengan aktor tua lainnya. Dan itu adalah prestasi yang tak tertandingi oleh sutradara lain pada masanya.

Sejak saat itu, karir Nani Wijaya semakin sukses. Ia membintangi beberapa film dan sinetron terkenal.

Mungkin salah satu yang paling menonjol di benak publik saat tampil sebagai ibunda Bajaj Bajuri (2002-2007).

Berlatar belakang kehidupan Betawi dan Jakarta, film ini menjadikan Nani bintang yang akan selalu dikenang.

Riang, kocak, dan mata duwitan, Nani di Bajaj Bajur jelas membakar dirinya sendiri di benak pemirsa.

Seluruh perjalanan karir Nani berakhir pada 16 Maret 2023. Tepat hari ini, penari utama dan legenda akting Indonesia Sukarno itu menghembuskan nafas terakhirnya. Waktunya akan segera berakhir, tetapi karya sinematiknya masih abadi dan populer. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *