Penulis : Abu Nashrul,
Mantan pimred majalah organisasi kemahasiswaan PMII Komisariat Joyo Kusumo Pati.
Jurnalindo.com, – Di sebuah desa kecil di wilayah Pegunungan, tersiar kabar yang menggemparkan: seorang ustadz terhormat, yang telah lama menduda, menikahi seorang wanita cantik tetangga desa yang dikenal sebagai pekerja seks komersial (PSK). Kabar ini sontak memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Sebagian warga mencibir, berbisik-bisik saat melihat sang ustadz dari kejauhan. Mereka beranggapan bahwa sang ustadz pasti memiliki niat terselubung, ingin “meloroti” harta si wanita yang konon berlimpah. “Mana mungkin ustadz ‘alim menikahi wanita seperti itu? Pasti ada udang di balik batu,” celetuk seorang ibu saat berbelanja di pasar.
Namun, tak sedikit pula yang berprasangka baik. Mereka yakin bahwa pak ustadz memiliki niat mulia, ingin membimbing si wanita kembali ke jalan Allah. “Siapa tahu ini jalan hidayah bagi si wanita. Ustadz pasti punya alasan yang baik,” ujar seorang bapak yang dikenal saleh.
Pernikahan itu pun berlangsung sederhana, namun tetap menjadi buah bibir. Sang ustadz, yang dikenal dengan nama ustadz Omon², tampak bahagia dan penuh kasih sayang terhadap istrinya, yang bernama Mintul yang usianya lebih muda dan cantik. Mintul, di sisi lain, tampak canggung dan tidak terbiasa dengan kehidupan barunya.
Awalnya, Mintul merasa bahagia. Ia berharap pernikahannya dengan Ustadz Omon² akan menjadi babak baru baginya, pintu gerbang menuju kehidupan yang lebih baik. Ia membayangkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, seperti yang sering didengarnya dari ceramah sang Ustadz.
Namun, harapan Mintul perlahan pupus. Ustadz Omon², yang diharapkan menjadi penuntunnya, ternyata tidak memberikan maisyah yang cukup. Bahkan, tanpa malu-malu, sang ustadz sering meminta uang kepada Mintul, dengan berbagai alasan. Mintul merasa seperti diperalat, hartanya dipeloroti.
“Dulu aku pikir, dengan menikah dengannya, hidupku akan berubah. Tapi ternyata, aku salah besar,” keluh Mintul pada suatu malam, saat ia duduk termenung di kamar.
Hari-hari berlalu, dan Mintul semakin merasa tidak betah. Ia merasa seperti hidup dalam sandiwara, dipermainkan oleh takdir. Ia merindukan kebebasan, meskipun kebebasan itu diwarnai dengan dosa.
Suatu pagi, tanpa pamit keluarga, Mintul meninggalkan rumah. Ia kembali ke dunia lamanya, dunia yang penuh dengan gemerlap dosa, namun juga memberikan kebebasan yang ia rindukan.
Kepergian Mintul meninggalkan luka yang dalam bagi Ustadz Omon². Ia merasa gagal, tidak mampu membimbing istrinya ke jalan yang benar. Ia juga harus menghadapi cibiran masyarakat yang semakin menjadi-jadi.
Kisah pernikahan Ustadz Omon² dan Mintul menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat. Berdakwah melalui pernikahan memang efektif, seperti yang dilakukan oleh para wali songo di masa lalu. Namun, ilmu dan kecukupan harta seorang pria harus lebih tinggi dari wanita yang dinikahinya. Jika tidak, tujuan mulia untuk membimbing wanita ke jalan Allah akan sulit tercapai.
Lebih dari itu, kisah ini juga mengajarkan kita untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Setiap orang memiliki masa lalu, dan setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Namun, kesempatan itu harus digunakan dengan bijak, bukan untuk memanfaatkan atau mempermainkan orang lain.
Kisah Ustadz Omon² dan Mintul adalah cerminan kehidupan, yang penuh dengan warna-warni, suka dan duka, benar dan salah. Kita tidak bisa menghakimi mereka, karena kita tidak tahu apa yang ada di hati mereka. Namun, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah mereka, jika niatnya menikah untuk memperbaiki kehidupan istri ke jalan yang baik lakukanlah dengan ikhlas jangan karena mengincar hartanya. (Jurnalindo.com)