Dokter: Deteksi Dini Gejala Kanker Ovarium Mengurangi Risiko Kematian

jurnalindo.com – Jakarta, (3/12) – Deteksi dini kanker ovarium dengan mengetahui enam faktor risiko dan empat gejala dapat membantu pasien mendapatkan pengobatan yang tepat dan menurunkan angka kematian, kata dr. Oni Khonsa, SpOG, Subsp. Onk dari Rumah Sakit Umum Persahabatan.

“Kebanyakan datang terlambat, angka yang datang lebih awal itu jauh lebih dibanding dengan yang telat. Penting untuk tahu tentang 10 faktor risiko dan gejala,” ujar dr. Oni dalam webinar “AstraZeneca: Kampanye 10 Jari” di Jakarta, Sabtu.

Ada enam faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang terkena kanker ovarium, yaitu riwayat kista endometrium, warisan keluarga dengan kanker ovarium atau payudara, mutasi genetik, jumlah kelahiran rendah, gaya hidup yang buruk, dan usia lanjut.

Baca Juga: Transaksi Perjalanan Meningkat 3,5 Kali Menjelang Akhir Tahun

Dari enam faktor tersebut, ada empat tanda atau gejala tambahan, seperti kembung, nafsu makan berkurang, sering buang air kecil, dan nyeri panggul atau perut. Namun, kanker ovarium tidak disertai gejala pada stadium awal.

“Kalau kita sudah punya salah satu dari enam faktor risikonya, terus ditambah ada gejala perut kembung, mungkin diare, harus periksa meskipun tidak semua gejala itu pada akhirnya kanker ovarium,” kata dr. Oni.

Selain itu, Dr Oni mengatakan penting untuk menyadari semua tanda dan gejala. Hal ini karena kanker ovarium bukanlah kanker serviks yang dapat dideteksi dengan Pap smear.

Kanker ovarium bukan hanya masalah bagi wanita setelah menopause. Kaum muda juga memiliki kesempatan yang sama, apalagi jika ada keluarga dekat yang memiliki riwayat kanker.

“Kalau enggak ada tanda bukan berarti enggak melakukan pemeriksaan, yang muda belum tentu aman. Ketiga ada kolega sedarah, kita harus waspada tapi bukan hanya kanker ovarium tapi juga kanker payudara, itu satu geng,” katanya.

Dr Oni mengatakan minimnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang kanker ovarium sangat memprihatinkan. Namun, jika kanker ovarium diketahui lebih awal, dapat diobati, dan 94 persen pasien dapat hidup lebih dari 5 tahun setelah diagnosis.

Menurut dr. Oni, ketika kanker ovarium masih dalam tahap awal dimana kanker masih terbatas pada ovarium, pengobatan dan pengobatan memiliki peluang keberhasilan yang tinggi.

“Di Indonesia itu kalau enggak mau periksa karena takut ketahuan, padahal memang periksaan itu biar ketahuan. Kalau memeriksa sejak awak dampak-dampaknya juga akan rendah,” ujar dr. Oni.

(jurnalindo/salman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *