Reaksi Negara-Negara Di Asia Termasuk Indonesia Terhadap Invasi Rusia

jurnalindo.com – Setelah invasinya ke Ukraina, sebagian besar negara-negara di dunia bersatu melawan Rusia. Diketahui, negara-negara Barat juga telah memberlakukan sanksi internasional kepada Rusia, seperti perbankan dan perdagangan. Mereka telah menjatuhkan sanksi untuk menghalangi Rusia melakukan invasinya terhadap Ukraina lebih lanjut.

Lalu, bagaimana reaksi negara-negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia? Reaksi beragam negara-negara di Asia Dilansir dari NYT, peristiwa invasi yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina menuai berbagai reaksi berbagai negara di kawasan Asia.

Berikut ini adalah reaksi dari negara-negara di Asia:

 Para jenderal di Myanmar menyebut tindakan Rusia sebagai hal yang benar untuk dilakukan.

 India abstain dari resolusi Dewan Keamanan PBB
 China telah menolak menyebut serangan di Ukraina sebagai invasi
 Vietnam memanggil presiden Vladimir Putin dengan panggilan sayang sebagai “Paman Putin”
 Sementara sekutu Amerika Serikat di kawasan Asia enggan bertindak atas konflik Ukraina karena memiliki hubungan yang lemah dengan Barat
 Di seluruh Asia-Pasifik, hanya Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Australia yang menyetujui sanksi internasional terhadap Moskwa
 Taiwan juga menyetujui sanksi dan menyuarakan dukungan untuk Ukraina

Di kawasan Asia terdapat tanggapan yang tidak merata, namun tanggapan tersebut tidak dapat mengimbangi serangan kemarahan nengara-negara Barat.

Lain halnya dengan Rusia, pengaruhnya di Asia bisa dikatakan lebih menimal dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Walaupun selama beberapa tahun terakhir pengaruh Rusia telah berkembang dengan berfokus pada penjulan senjata.

Kementerian Ekonomi di Moskwa sudah mengumumkan sebelumnya, bahwa Rusia akan berusaha memperluas hubungan ekonomi dengan Asia untuk membantu mengimbangi sanksi Barat.

Rusia terlah menjual jet tempur ke Indonesia, Malaysia dan Myanmar, tetapi pelanggan terbesarnya di Asia Tenggara adalah Vietnam, Menurut Stockholm International Peace Research Institute, sejak 2000 hingga 2019, sebanyak 84 persen impor senjata Vietnam berasal dari Rusia.

Rusai menganggap bahwa India merupakan mitra militer yang dapat diandalkan selama beberapa dekade. India adalah importir senjata Rusia terbesar kedua di dunia.

Ketika Putin mengunjungi India akhir tahun lalu, Rusia melakukan penjualan sistem pertahanan rudal senilai 5.4 miliar dollar AS ke negara tersebut.

India kini berhati-hati untuk mengutuk perbuatan Rusia atas Ukraina, hal tersebut dapat merusak persahabatan yang telah lama terjalin.

Rusia berulang kali menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir resolusi terhadap India atas Kashmir (wilayah yang menjadi sengketan dengan Pakistan).

Sebagai gantinya, India melakukan abstain dari resolusi PPB yang mengecam tindakan Rusia atas pencaplokan Krimea pada 2014.

Pejabat India mengatakan pada pekan lalu, bahwa mereka dapat membantu Rusia untuk menemukan solusi sanksi barunya dengan membuat rekening dalam mata uang rupee sebagai jalan melanjutkan perdengan kedua negara tersebut.

Korea Selatan dan Jepang

Korea Selatan mengatakan akan menerapkan sanksi yang dijatuhkan Amerika dan Eropa kepada Rusia, akan tetapi tidak akan memberlakukan hukumannya sendiri.

Para pejabat mengingatkan bahwa hubungan Korea Selatan dengan Rusia dalam hal perdagangan sedang mengalami perkembangan.

Sedangkan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dengan cepat mengutuk agresi Rusia dan mengumumkan sanksi.

Indonesia

Indonesia mirip seperti India yang telah secara signifikan meningkatkan hubungan ekonomi dan pertahanannya dengan Rusia selama bertahun-tahun. Pada 2021, perdagangan bilateral antara Indonesia dan Rusia naik menjadi 2.74 miliar dollar AS. Angka tersebut meningkat 42,2 persen dari tahun sebelumnya.

Minyak sawit berperan penting dalam perdagangan bilateral kedua negara tersebut dengan menyumbang sekitar 38 persen ekspor Indonesia ke Rusia.

Pada Desember 2021, Indonesia menjadi tuan rumah latihan maritim bersama untuk yang pertama kali antara Rusia dan negara ASEAN.

Menurut Profesor Hubungan Internasional di Universitas Bina Nusantara Dinna Prapto Raharja menjelaskan bahwa Indonesia tidak melihat Rusia sebagai ancaman atau sebagai musuh.

“Sanksi sepihak membatasi kesempatan untuk negosiasi dan meningkatkan rasa tidak aman bagi negara-negara yang terkena dampak,” katanya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengtakan bahwa Indonesia tidak berniat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.

“Tidak akan secara membabi buta mengikuti langkah-langkah yang diambil oleh negara lain,” ucapnya.

Fenomena warganet Indonesia

Dilansir dari Thediplomat, jurnalis Sebastian Strangio mengemukakan pendapatnya setelah melihat 2 artikel tentang perang Rusia dilihat oleh publik Indonesia.

Pertama, artikel yang diterlbitkan oleh blog Studi Indonesia yang dikelola oleh University of Melbourne menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat indonesia bersimpati secara tidak langsung dengan posisi Rusia.

Pada artikel tersebut berpendapat bahwa utas Twitter pro-Rusia telah dibagikan secara luas di antara orang Indonesia terutama para akasemisi yang secara terbuka mendukung Rusia.

Kedua, topik yang diterbitkan oleh South China Morning Post (SCMP), mengeklaim bahwa pesan pro-Putin dibagikan di grup media sosial, terutama oleh etnis Tionghoa Indonesia. Secara khusus menampilkan anekdot lucu dengan meme pro-Rusia yang menyamakan perang dengan konflik antara pria bertanggung jawab (Rusia) dan mantan istrinya yang tidak tahu berterima kasih (Ukraina).

Meme tersebut dilaporkan berasal dari situs microblogging China Weibo dan telah dibagikan secara luas di grup WhatsApp dengan terjemahan bahasa Indonesia maupun Inggris.

Standar ganda barat Namun, yang paling menonjol dari respon Indonesia adalah presepsi standar ganda Barat dalam penanganan krisis Ukraina dan konflik lain yang memengaruhi dunia Muslim.

“Sebuah untaian dominan dalam diskusi Indonesia tentang perang Rusia di Ukraina telah difokuskan pada kemunafikan Amerika dan Barat,” tulisnya.

Adanya kontras keengganan Barat untuk mendukung perjuangan Palestina, namun sebaliknya malah sangat cepat mendukung Ukraina.

Fenomena tersebut diartikan oleh masyarakat indonesia sebagai penghinaan terhadap Barat daripada dukungan sepenuh hati untuk tindakan Rusia.

Sumber: Kompas.com/Aniq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *