Ekspor Batu Bara Berhenti, Ekonomi China Gejolak

Jurnalindo.com, Jakarta — Republik Indonesia (RI) menghentikan ekspor batu bara selama 1 bulan di awal tahun ini. Sebagai eksportir batu bara terbesar, kebijakan tersebut bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap supply batu bara global. China yang merupakan konsumen terbesar batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik, juga diperkirakan akan terkena dampaknya.

Sekitar 60% pembangkit listrik China bertenaga batu bara, sehingga ketika supply batu bara terganggu, maka akan berdampak pada supply listrik, dan pada akhirnya menghambat laju perekonomian.

Belum lama ini, China terpaksa melakukan pemadaman bergilir karena menipisnya pasokan batu bara di pembangkit listrik. Kebijakan ini membuat produksi industri di Negeri Tirai Bambu sempat jatuh.

Terganggunya perekonomian China memberikan dampak yang besar, bahkan dolar Australia sempat jeblok di awal pekan ini. China merupakan mitra dagang utama Australia, sehingga ketika perekonomian Negeri Tiongkok terganggu Negeri Kanguru juga akan merasakan dampaknya.

Hal tersebut membuat dolar Australia terpukul, tetapi sejak Selasa kemarin sudah bangkit kembali. Pada perdagangan hari ini, Rabu (5/1), pukul 10:20 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.385,15, dolar Australia menguat 0,34% di pasar spot. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 17 November lalu. Kemarin dolar Australia bahkan melesat 0,91%.

Selain itu, nilai tukar yuan China yang berfluktuasi dalam 2 hari perdagangan sebelumnya melawan rupiah, hari ini mulus menguat 0,43% ke Rp 2.253,47/CNY.

China yang diperkirakan tidak akan terganggu akibat pelarangan ekspor batu bara Indonesia menjadi pemicu penguatan dolar Australia.

Lin Boqiang, direktur China Center for Energy Economics Research di Xiamen University, mengatakan dampak yang diberikan dari pelarangan ekspor tersebut ke China akan terbatas, sebab impor batu bara China hanya berkontribusi 10% dari total kebutuhan. China masih mengandalkan produksi domestik untuk memenuhi kebutuhan batu bara.

“Dampak pelarangan ekspor Indonesia terhadap supply batu bara China akan terbatas dan bisa dikendalikan, sebab China sangat bergantung pada produksi dalam negeri, dan impor hanya menyumbang 10% saja” kata Lin, sebagaimana dilansir Global Times, Selasa (4/1).

Ia menambahkan, sejak pertengahan 2021, pemerintah China mengambil kebijakan yang intensif guna meningkatkan supply batu bara, dengan peningkatan kapasitas produksi. Kini fluktuasi impor dikatakan tidak akan memberikan dampak yang besar ke supply batu bara China.

Di sisi lain, kebijakan pelarangan ekspor Indonesia membuat harga batu bara melesat. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 161,1/ton. Melesat 6,37% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menjadi kenaikan harian tertinggi sejak 1 Desember 2021.

Kenaikan tersebut tentunya menguntungkan bagi Australia yang merupakan salah satu eksportir terbesar di dunia. Hal tersebut memberikan dampak positif bagi dolar Australia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *