jurnalindo.com – Fenomena yang kita jumpai ketika seorang wanita beberapa waktu sebelum melahirkan mengeluarkan air ketuban disertai dengan beberapa gumpalan darah. Dalam kondisi ini, biasanya wanita yang akan melahirkan akan mulan mengalami rasa sakit bertahap akibat kontraksi.
Cairan atau darah yang keliar sebelum melahirkan bukanlah darah nifas. Kaitanya dengan ini dilansir dari laman NUonline, Muktamar Ke-5 NU di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1930 M pernah membahasnya. Para peserta Muktamar menanggapi status air atau flek yang keluar beberapa hari sebelum melahirkan.
Dalam hal ini, mereka membahas status air tersebut dan konsekuensinya dengan ibadah shalat. Peserta Muktamar Ke-5 NU memutuskan sebagai berikut,
الدَّمُ الْخَارِجُ مِنَ الْحَامِلِ بِسَبَبِ الْوِلاَدَةِ قَبْلَ انْفِصَالِ جَمِيْعِ الْوَلَدِ وَإِنْ تَعَدَّدَ عَنِ الرَّحْمِ يُسَمَّى طَلْقًا وَحُكْمُهُ كَدَمِ اْلاِسْتِحَاضَةِ فَيَلْزَمُهَا فِيْهِ التَّعْصِيْبُ وَالطَّهَارَةُ وَالصَّلاَةُ وَلاَ يَحْرُمُ عَلَيْهَا مَا يَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ حَتَّى الْوَطْءِ أَمَّا مَا يَخْرُجُ لاَ بِسَبَبِ الْوِلاَدَةِ فَحَيْضٌ بِشَرْطِهِ نَعَمْ لَوْ ابْتَدَأَ بِهَا الْحَيْضُ ثُمَّ ابْتَدَأَتْ الْوِلاَدَةُ انْسَحَبَ عَلَى الْطَلْقِ حُكْمُ الْحَيْضِ أَيْ سَوَاءٌ مَضَى لَهَا يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ قَبْلَ الْطَلْقِ أَمْ لاَ عَلَى خِلاَفٍ فِيْ ذَلِكَ
Artinya, “Darah yang keluar dari wanita hamil disebabkan persalinan sebelum lahirnya anak secara keseluruhan, walaupun keluar berulang-ulang dari rahim, maka dinamakan darah thalq (persalian) dan hukumnya sama dengan darah istihadhah. Ia harus menyumbat darah tersebut, bersuci, dan tetap shalat, serta baginya tidak diharamkan segala yang diharamkan bagi wanita yang haid, termasuk persetubuhan. Adapun darah yang keluar bukan sebab persalinan, maka hukumnya adalah darah haid sesuai dengan persyaratannya. Memang begitu, namun jika pertama ia haid, kemudian baru bersalin, maka hukum haid diberlakukan pada persalinan, maksudnya walaupun ia sudah melewati sehari semalam sebelum persalinan atau tidak, sesuai khilafiyah dalam masalah tersebut,” (Syekh Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M], halaman 32).
Dapat diambil kesimpulan jika apabila air yang keluar itu jernih maka hukumnya seperti air sakit kencing dalam hal kenajisannya dan tetap wajib shalat.
Namun apabia yang keluar itu berupa darah atau air kuning, maka bila terpisah dari haid sebelumnya, maka hukumnya adalah haid dengan menetapi beberapa syaratnya.