Jurnalindo.com, – Pengamat politik Agung Baskoro menilai bahwa kekalahan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dari PDIP, Andika-Hendi, dalam hasil hitung cepat (quick count) Pilkada Jawa Tengah 2024 menjadi indikasi menurunnya dominasi PDIP di provinsi tersebut. Kemenangan pasangan Ahmad Luthfi dan Taj Yasin (Paslon 02) yang diusung oleh koalisi KIM Plus, menurut Baskoro, tidak lepas dari pengaruh besar Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang turun langsung mendukung Luthfi-Yasin di detik-detik terakhir sebelum pemungutan suara.
Baskoro yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), menyatakan bahwa meskipun kemenangan Luthfi-Taj Yasin tidak semata-mata disebabkan oleh kehadiran Jokowi, namun pengaruh politik Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut sangat signifikan dalam memengaruhi hasil pilkada di Jawa Tengah. “Kalau saya melihat, sukar untuk tidak mengakui bahwa Jokowi masih punya pengaruh besar di Jateng,” ungkap Baskoro saat dihubungi Republika, Jumat (29/11/2024).
Menurutnya, sosok Andika-Hendi sebenarnya merupakan pasangan yang cukup kompetitif dan mampu menyaingi Luthfi-Taj Yasin dalam kontestasi ini. Namun, keadaan berubah drastis ketika Jokowi terlibat langsung dalam mendukung Paslon 02 di akhir-akhir masa kampanye. “Tapi karena di detik-detik terakhir Pak Jokowi turun gunung, otomatis ada arahan yang positif, dan ini menyebabkan kenaikan yang signifikan,” tambahnya.
Pengaruh Jokowi: Memicu Mesin Partai untuk Bergerak
Baskoro menilai bahwa dukungan Jokowi menjadi pemantik bagi mesin-mesin partai untuk bergerak lebih aktif, khususnya dalam mendukung pasangan Luthfi-Taj Yasin yang didukung oleh koalisi KIM Plus. Aksi Jokowi yang turun ke lapangan, seperti blusukan ke mushola dan masjid, membawa efek besar bagi gerakan politik di Jawa Tengah.
Di sisi lain, Baskoro mengingatkan bahwa kekalahan PDIP di Jawa Tengah, baik dalam Pilpres maupun Pilkada 2024, semakin menunjukkan bahwa dominasi partai tersebut mulai menurun. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak serta-merta menjadikan Jawa Tengah sebagai “kandang Jokowi”. “Saya kira memang dua kali kalah, Pilpres dan Pilkada ini, saya kira bukan kandang siapa, tapi di Pilkada lebih faktor figur, jadi siapapun Paslon yang didukung partai harus mampu mentransformasikan ke figur yang mereka usung. Karena yang dipilih kan figurnya, bukan partainya,” jelas Baskoro.
Kekalahan PDIP dan Pengaruh Figur Politik
Baskoro menambahkan bahwa kekalahan Andika-Hendi juga tidak terlepas dari kurangnya tokoh berpengaruh dari PDIP yang aktif turun untuk mendukung pasangan tersebut. Berbeda dengan kubu Luthfi-Taj Yasin, di mana dukungan Jokowi, yang merupakan sosok dengan pengaruh besar di Jawa Tengah, sangat terasa.
Kondisi ini pun kontras dengan situasi di Jakarta, di mana mantan gubernur seperti Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara aktif mendukung pasangan Pramono-Rano yang melawan dominasi KIM Plus. “Di Jakarta ada Pak Anies, Pak Ahok, sementara di Jateng siapa yang blusukan luar biasa seperti itu? Saya nggak lihat Pak Ganjar, padahal dia gubernur petahana,” ujar Baskoro. Menurutnya, meskipun Ganjar Pranowo adalah gubernur petahana yang memiliki pengaruh di Jateng, ia tidak menunjukkan keterlibatan yang serupa dengan Jokowi yang turun langsung ke lapangan.
Baskoro juga mencatat bahwa tidak terlihat ada tokoh besar PDIP, seperti Megawati Soekarnoputri atau Ganjar Pranowo, yang bergerak intens untuk memenangkan pasangan Andika-Hendi, seperti yang dilakukan Jokowi untuk Paslon 02.
Dominasi Partai dan Dinamika Politik Lokal
Dengan melihat prosentase perolehan suara yang terus menurun untuk PDIP di Jawa Tengah, Baskoro meyakini bahwa kubu KIM Plus, yang didukung oleh Gerindra dan partai-partai koalisi lainnya, kini menjadi pihak yang lebih menguasai politik di provinsi tersebut. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun pihak yang dapat mengklaim Jawa Tengah sebagai “kandang” dari pihak tertentu, mengingat faktor figur masih menjadi penentu utama dalam pilkada kali ini.
Secara keseluruhan, hasil Pilkada Jawa Tengah 2024 menjadi refleksi dari perubahan dinamika politik di daerah ini. Dominasi PDIP yang dulu begitu kuat kini mulai tergeser oleh pengaruh kuat dari Presiden Jokowi dan kekuatan koalisi KIM Plus, yang menunjukkan pentingnya figur politik dalam meraih dukungan publik di tengah persaingan yang semakin ketat. (Replublika/Nada)