Sri Mulyani yakini instrumen fiskal jadi bantalan pada 2023

jurnalindo.com – Washington DC, AS, 12/10 – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini anggaran negara (APBN) sebagai alat keuangan dapat menjadi bantalan untuk menghadapi kemungkinan perlambatan ekonomi pada 2023.

 

Menurut dia, pemerintah dan DPR menyiapkan APBN 2023 untuk menghindari risiko pasar yang sangat tidak pasti akibat konflik geopolitik dan tekanan inflasi.

 Baca Juga: Komisi XI dukung kenaikan cukai rokok untuk mendongkrak pendapatan APBN

“Pengalaman di masa pandemi, DPR dan pemerintah membuat APBN fleksibel dan responsif,” kata Sri Mulyani saat ditemui di sela-sela pertemuan International Monetary Fund dan Bank Dunia di Washington, DC, AS, Selasa. (10/11/2022). waktu lokal.

 

Dia menjelaskan, APBN dengan defisit anggaran kembali di bawah tiga persen dari PDB dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional pascapandemi sehingga berpotensi mendongkrak sektor konsumsi dan investasi.

 Baca Juga: Sri Mulyani: Ada potensi penurunan target pertumbuhan ekonomi 2023

“Menarik arus masuk modal bisa memiliki efek mengimbangi arus keluar yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga The Fed,” kata menteri keuangan.

 

Dalam World Economic Outlook (WEO) terbarunya, Dana Moneter Internasional memperkirakan ekonomi global akan berada di kisaran 3,2% pada 2022, melambat menjadi 2,7% pada 2023, atau turun 0,2% dibandingkan proyeksi Juli 2022.

 

Economic Counsellor IMF Pierre-Olivier Gourinchas menjelaskan sebagian besar negara mengalami kontraksi hingga tahun depan dengan negara perekonomian terbesar seperti AS, Uni Eropa, dan China akan melanjutkan tren perlambatan.

“Terdapat tiga tantangan yang mempengaruhi perlambatan, konflik di Ukraina, tekanan inflasi, dan pelemahan ekonomi di China,” kata Pierre-Olivier Gourinchas dalam jumpa pers World Economic Outlook (WEO) di Washington DC.

Baca Juga: Sri Mulyani sebut aliran modal asing keluar capai Rp126,85 triliun

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menilai ketahanan ekonomi Indonesia saat ini masih baik dan kinerja pertumbuhan berada di jalur yang benar, meski IMF menurunkan proyeksi global dalam laporan terbaru.

Penyebabnya antara lain ekspor komoditas yang masih menjadi primadona serta adanya penguatan industri hilirisasi atau olahan barang hasil mineral yang berorientasi ekspor.

“Kita punya nikel, tembaga atau copper yang dulu tidak boleh ekspor karena harus melalui smelter dulu, sekarang kita sudah dapat hasilnya, dan harganya mencapai 10 kali lipat,” kata Dody.

(ara/rido)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *