Komisi XI dukung kenaikan cukai rokok untuk mendongkrak pendapatan APBN

jurnalindo.com – Jakarta, 11/10 – Lima dari sembilan fraksi di DPR RI ke-11 mendukung rencana pemerintah menaikkan cukai rokok maksimal tujuh persen agar tidak menimbulkan serangkaian dampak lain.

 

“Kenaikan pajak penjualan rokok memang diperlukan untuk mendongkrak pendapatan APBN, tapi kenaikannya harus dibatasi,” kata Anggota DPR Amir Uskara dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

 

Dia menjelaskan, kenaikan pajak konsumsi yang sangat tinggi akan berdampak signifikan. Kesempatan kerja di industri hasil tembakau, mulai dari petani, sektor industri pengolahan hasil tembakau, hingga pedagang kaki lima juga akan terpengaruh.

 

“Oleh karena itu, untuk tahun 2023 direkomendasikan kenaikan tarif rokok maksimal di kisaran tujuh persen,” imbuhnya.

 Baca Juga: Jazilul Fawaid Anggota Komisi III DPR minta adanya pendisiplinan di kepolisian

Jika dasar yang digunakan untuk menaikkan cukai rokok adalah untuk mengurangi prevalensi perokok, katanya, maka hal ini juga tidak relevan.

 

Berdasarkan riset Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan, jumlah perokok dewasa meningkat 8,8 juta, dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021. Sementara itu, selama periode 2011-2021, Tarif cukai rokok meningkat signifikan.

 

“Jadi, pesan pengenaan cukai rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok jauh dari esensi asli cukai,” katanya.

Baca Juga: AHY hormati keputusan dan sikap politik NasDem deklarasikan Anies

Senada dengan itu, Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai kenaikan tarif cukai rokok wajar bila didasarkan pada pertambahan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

“Meskipun untuk kepentingan kesehatan, di mata para pegiat antirokok angka tersebut dianggap masih rendah,” kata Supratikno.

Lima fraksi yang sependapat soal wacana kenaikan tarif cukai rokok pada 2023 ialah PPP, PDI Perjuangan, PKB, PAN, dan PKS.. Hal itu ditanggapi mayoritas fraksi di Komisi XI dengan penekanan pentingnya kebijaksanaan dan kehati-hatian.

Kelima fraksi tersebut memiliki pandangan kebijakan yang diambil nantinya harus moderat dengan mempertimbangkan sejumlah aspek.

Baca Juga: DPR menggelar Rapat Paripurna setujui calon anggota Komnas HAM
Supratikno, yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, meminta semua pihak memperhitungkan dampak kenaikan terhadap kesempatan kerja dan daya serap tembakau petani. Selain itu, hubungan antara besaran cukai rokok dan penerimaan negara tidak selamanya berbanding lurus, katanya.

“Pada suatu titik, kenaikan tarif cukai justru akan menurunkan penerimaan. Fenomena ini sering disebut kurva laffer,” ujar politisi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Satya Wacana Salatiga tersebut.

Berdasarkan data, kenaikan cukai rokok relatif tinggi dalam tiga tahun terakhir, yakni 23 persen di 2020; 12,5 persen di 2021; dan 12,5 persen di 2022. Khusus kenaikan di 2021 dan 2022 dianggap memberatkan sejumlah pihak di sekitar industri hasil tembakau.

(ara/rido)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *