Polemik Ijazah Jokowi: Kontroversi yang Tak Kunjung Usai Meski Gugatan Berjatuhan

Sumber foto; BBC News Indonesia
Sumber foto; BBC News Indonesia

Jurnalindo.com, Jakarta, April 2025 – Polemik mengenai keaslian ijazah Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo, terus bergulir meski telah dibantah oleh berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, pengadilan, hingga Jokowi sendiri. Isu ini pertama kali muncul pada 2019 dan hingga kini masih menjadi bahan sengketa hukum, bahkan aksi massa.

Teranyar, sekelompok massa dari Tim Pembela Umat dan Aktivis (TPUA) mendatangi kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah, guna meminta klarifikasi langsung mengenai ijazahnya. Meski diterima oleh Jokowi, permintaan untuk menunjukkan ijazah asli ditolak. Jokowi beralasan tidak memiliki kewajiban hukum untuk menunjukkannya kepada pihak manapun di luar mekanisme hukum.

Rentetan Gugatan dan Tuduhan

Sejak 2019, isu ijazah palsu ini telah memunculkan beberapa gugatan hukum. Salah satu tuduhan awal berasal dari akun media sosial milik Umar Kholid Harahap, yang menyebut Jokowi bukan lulusan SMA Negeri 6 Solo, dengan dalih sekolah tersebut baru berdiri setelah tahun kelulusan Jokowi. Polisi menyatakan informasi itu hoaks, dan Umar pun ditetapkan sebagai tersangka.

Pada 2022, penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, menggugat Jokowi atas dugaan penggunaan ijazah palsu saat mendaftar sebagai calon presiden. Namun gugatan itu dicabut setelah Bambang menjadi tersangka kasus ujaran kebencian berbasis SARA.

Pada 2024, Eggi Sudjana mengajukan gugatan serupa. Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima karena tak cukup bukti. Pengacara Jokowi, Otto Hasibuan, menegaskan bahwa tidak ada alat bukti otentik yang menunjukkan bahwa ijazah Jokowi palsu.

Baru-baru ini, pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq, menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri Solo dengan dalih ijazah Jokowi berasal dari Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP), bukan SMA Negeri 6 Solo. Dalam gugatannya, Taufiq juga menyeret KPU Kota Solo, SMA Negeri 6 Solo, dan Universitas Gadjah Mada sebagai tergugat.

Dugaan Kejanggalan dan Klarifikasi UGM

Tak hanya di level SMA, skripsi dan ijazah Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) juga jadi sasaran sorotan. Salah satunya dari mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, yang mempertanyakan penggunaan font Times New Roman pada skripsi Jokowi, serta absennya tanda tangan dosen penguji.

Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menjelaskan bahwa jenis font dan tata letak yang dipersoalkan sudah lazim digunakan oleh percetakan sekitar kampus di era 1980-an. Soal penomoran ijazah yang hanya berupa angka, ia menyebut hal itu merupakan kebijakan internal fakultas saat itu.

Bahkan ketika ratusan massa mendatangi kampus UGM pada April 2025, pihak kampus kembali menegaskan keabsahan status akademik Jokowi. UGM menyatakan bahwa Jokowi merupakan mahasiswa sah dengan NIM 80/34416/KT/1681 dan resmi diwisuda pada 5 November 1985.

Perspektif Politik: Relevansi yang Dipertanyakan

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan, menilai polemik ini tidak lagi relevan. Menurutnya, Jokowi telah dua kali terpilih melalui pemilu yang sah, dan ijazah bukan satu-satunya syarat substantif dalam pencalonan presiden.

“Legitimasi Jokowi sudah sah secara hukum dan politik karena didukung mayoritas suara rakyat. Selain itu, kebijakan presiden juga bukan keputusan tunggal, melainkan kolektif bersama para menteri,” ujar Devi.

Namun begitu, Devi mengimbau agar Jokowi sebaiknya menunjukkan ijazah aslinya untuk meredam spekulasi. “Minimal ijazah SMA ditunjukkan, divalidasi dinas pendidikan, dan kemudian selesai,” katanya.

Sikap Jokowi: Tampil Tegas, Tapi Tertutup

Menanggapi desakan publik, Jokowi sempat memperlihatkan ijazah-ijazahnya kepada awak media, mulai dari SD hingga UGM. Namun, ia tidak mengizinkan pengambilan gambar. Dalam kesempatan itu, Jokowi menyatakan bahwa ia tak berkewajiban menunjukkan dokumen pribadinya ke sembarang pihak.

“Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya menunjukkan ke mereka,” kata Jokowi menanggapi tuntutan dari TPUA.

Kuasa hukum Jokowi pun menyatakan bahwa ijazah hanya akan diperlihatkan jika diminta secara resmi oleh pengadilan, dan mereka sedang mempertimbangkan jalur hukum terhadap penyebar hoaks.

Antara Kritik dan Serangan Politik

Devi Darmawan meyakini bahwa isu ini erat kaitannya dengan ketidakpuasan politik terhadap kepemimpinan Jokowi yang masih berpengaruh meski telah lengser. “Ketidakpuasan itu sekarang dimanifestasikan dalam bentuk serangan personal, termasuk dengan memunculkan kembali isu ijazah palsu,” ungkapnya.

Devi berharap bahwa polemik semacam ini menjadi pelajaran bagi sistem verifikasi pemilu di masa depan, dan tidak lagi dijadikan alat politik pasca pemilihan. (BBC Indonesia/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *