Produsen EV di China khawatir tentang kebijakan subsidi yang akan berakhir

JurnalIndo.comJAKARTA, 01/02  – Pabrikan kendaraan listrik China diperkirakan akan mendapat tekanan seiring dengan pencabutan subsidi oleh pemerintah daerah dan kondisi yang tidak menentu pasca-COVID-19, Nikkei Asia melaporkan Senin.

Selain itu, krisis semikonduktor untuk kendaraan listrik yang terjadi secara global juga menjadi perhatian lain yang disinggung oleh para pelaku industri. Hal tersebut mereka umumkan pada pameran otomotif Auto Guangzhou 2022 yang dibuka pada Jumat (30/12) di kota selatan China tersebut.

 

Sebagai informasi, pasar kendaraan listrik China dipatok mencapai rekor penjualan 6,5 juta unit pada 2022, didukung oleh kebijakan dan subsidi pemerintah daerah dalam beberapa tahun terakhir. Menurut perkiraan Asosiasi Mobil Penumpang China, angka ini hampir dua kali lipat dari pendapatan 3,52 juta unit pada 2021.

Baca Juga: Luna Maya Digosipkan Sudah Menikah dengan Gading Marten, Begini Respon Gading

Total penjualan kendaraan tumbuh hanya 3,3 persen per tahun menjadi 24,3 juta unit dalam sebelas bulan pertama tahun 2022. Serikat pekerja memperkirakan bahwa pertumbuhan akan menjadi 3 persen untuk keseluruhan pasar pada tahun 2023 dan pertumbuhan 31 persen untuk kendaraan listrik.

“Industri ini menghadapi banyak risiko. Misalnya, pasokan chip. Kami belum menangkap gambaran lengkapnya, yang memecahkan masalah inti,” kata Feng Xingya, general manager GAC Motor.

China, sebagai pasar EV terbesar di dunia, terpukul keras oleh gangguan pasokan chip yang dipicu oleh karantina COVID-19 sejak 2020 di samping ketegangan geopolitik dengan AS. Hal itu mendorong produsen mobil untuk memperlambat produksi dan menyesuaikan target penjualan.

GAC Motor sendiri pada Jumat (31/12) memproyeksikan pertumbuhan penjualan 10 persen untuk tahun 2023, turun dari perkiraan 12 persen untuk tahun ini.

“Kebijakan seputar EV, seperti pencabutan subsidi, adalah salah satu ketidakpastian lain yang dihadapi industri kami,” kata Feng.

Sementara itu CEO Nio, William Li, belum lama ini mengatakan perusahaannya dapat menghadapi tekanan kuat pada paruh pertama tahun 2023 karena permintaan yang lebih lemah setelah pencabutan subsidi.

Saat ini, pembeli EV di China dapat menikmati diskon antara 4.800 yuan dan 12.600 yuan. Namun subsidi tersebut, yang telah dihapus secara bertahap sejak 2020, akan berakhir tahun ini.

Meskipun demikian, pendiri konsultan Sino Auto Insights di Beijing, Tu Le, memandang bahwa pemerintah China mungkin akan memperpanjang insentif EV. Hal tersebut mengingat China masih menghadapi kondisi ketidakpastian akibat pandemi dan tekanan pertumbuhan ekonomi.

(slmn/antara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *