jurnalindo.com – JAKARTA – Guna mendukung komitmen pemerintah dam menekan gas rumah kaca di Indonesia, Industri hulu minyak dan gas bumi sepakat akan menurunkan emisi karbon di wilayah operasi tambang.
“Sejak 2013 industri hulu migas telah melakukan program penghijauan melalui penanaman lebih dari 7,9 juta batang pohon pada lahan seluas 4.500 hektare. Program itu diperkirakan mampu menyerap 1 juta ton karbon dioksida,” kata Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Rinto Pudyantoro di Jakarta, Rabu.
Rinto mengatakan inisiatif SKK Migas dalam melakukan operasi rendah karbon secara terintegrasi juga telah tertuang dalam rencana strategis Indonesia Oil and Gas 4.0 (IOG 4.0) tahun 2020-2030.
Ia mengakui dalam upaya mengejar target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas pada 2030 akan berdampak pada peningkatan emisi karbon, sehingga industri hulu migas mengupayakan penerapan teknologi CCUS yang dapat menangkap, menyimpan, dan memanfaatkan karbon dari aktivitas pertambangan migas.
“CCUS tidak hanya dapat menurunkan emisi karbon, tetapi juga mampu meningkatkan produksi migas melalui karbondioksida Enhanced Oil Recovery (EOR),” jelas Rinto.
Saat ini uji coba penerapan CCUS telah dilakukan di beberapa lapangan yakni Lapangan Gundih, Sukowati, dan Tangguh.
Baca juga: Gubernur Riau Tawarkan Ikan Patin Pada Pemerintah Arab Saudi
Akhir tahun lalu, SKK Migas dan BP Tangguh telah menandatangani nota kesepahaman untuk pembangunan teknologi CCUS. “Kami coba mendorong agar KKKS lain juga dapat terlibat dalam pengembangan CCUS di Indonesia,” ungkap Rinto.
Untuk Lapangan Gundih, Rinto menjelaskan tahapan pekerjaan akan dilakukan pada 2023. Dengan tahapan itu, proyek karbondioksida EOR pada lapangan Gundih akan dapat memulai injeksi karbondioksida ke dalam lapisan bumi pada akhir 2024.
Sedikitnya ada 3 juta ton karbondioksida akan digunakan dalam proyek CCUS lapangan Gundih dalam kurun waktu 10 tahun.
Sedangkan, lapangan Sukowati akan memasuki tahapan proyek percontohan untuk injeksi karbon dioksida yang dilakukan pada tahun ini. Setelah uji coba sukses dilakukan akan diperoleh persetujuan rencana pembangunan instrumen pendukung untuk injeksi karbon dioksida.
“Proyek itu diharapkan beroperasi penuh pada 2028. Program itu menargetkan injeksi karbondioksida ke dalam bumi hingga 15 juta ton dalam kurun waktu 25 tahun,” terang Rinto.
Selain itu SKK Migas juga melakukan upaya perbaikan manajemen energi untuk menekan tingkat konsumsi energi spesifik dalam memproduksikan migas hingga mencapai best practice di kawasan Asia dan Australia sebesar 1,49 GJ/ton-produk.
“Konsep own used untuk bahan bakar gas dirasa perlu dilihat kembali mempertimbangkan nilai ekonomi energi yang dimanfaatkan dan tingkat efisiensi energi yang selama ini berjalan. Kami akan melanjutkan praktik-praktik keunggulan operasi yang selama lima tahun terakhir yang mampu menurunkan fugitive emission hingga 22,73 persen,” ucap Rinto.
SKK Migas juga berupaya agar monetisasi gas suar yang selama ini tidak termanfaatkan tetap dilanjutkan dan diperluas.
Adapun upaya kerja sama dengan calon konsumen yang memiliki izin pengolahan atau perniagaan migas mengacu pada fleksibilitas Peraturan Menteri ESDM Nomor 30 Tahun 2021 yang merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2017.
“Hal tersebut diharapkan menjadi jalan keluar terkendalanya proses selama ini,” ujar Rinto.(ara/Reno)