Jurnalindo.com – Gorontalo, salah satu provinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia, tidak hanya dikenal karena kekayaan alamnya yang melimpah, tetapi juga karena kuliner khasnya yang menggugah selera, seperti binte biluhuta.
Binte biluhuta adalah hidangan yang mudah dijumpai di rumah makan seputaran Kota Gorontalo. Namanya sendiri berarti jagung yang disiram, menggambarkan proses penyajiannya yang menghadirkan sensasi lezat dari bahan-bahan yang khas. dilansir dari detik.com
Pipilan jagung segar dicampur dengan parutan kelapa, udang, suwiran ikan cakalang, kemangi, irisan bawang merah, tomat, dan daun bawang. Kemudian, bahan-bahan ini disiram dengan kuah berbumbu rempah-rempah pilihan, termasuk merica, cabai, garam, dan jeruk nipis.
Rasa pedas dari merica dan cabai, bersamaan dengan asamnya jeruk nipis, menambah kelezatan hidangan ini yang dipadukan dengan manisnya jagung. Namun, binte biluhuta memiliki cerita menarik di balik kelezatannya.
Dalam sejarahnya, binte biluhuta menjadi simbol perdamaian antara dua kerajaan yang sering berkonflik di masa lalu. Pada abad ke-15, Kerajaan Gorontalo dan Kerajaan Limboto sering terlibat dalam konflik bersenjata yang mengakibatkan perpecahan dan ketegangan.
Namun, melalui diplomasi kuliner, konflik yang merenggangkan kedua kerajaan ini berhasil didamaikan. Pipilan jagung yang awalnya menjadi simbol perpecahan, kemudian disatukan dalam binte biluhuta dengan bumbu rempah-rempah yang bercita rasa lezat. Hal ini mencerminkan persatuan dan perdamaian yang terwujud melalui kuliner khas Gorontalo ini.
Sejak saat itu, binte biluhuta bukan hanya sekadar hidangan yang menggugah selera, tetapi juga menjadi lambang persatuan hati yang pernah terpisah. Kisah di balik hidangan ini mengajarkan tentang pentingnya diplomasi, toleransi, dan keharmonisan dalam menciptakan kedamaian.
Jurnal/Mas
