jurnalindo.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan mencatat luas lahan panen padi di Provinsi Sulsel pada 2021 mengalami peningkatan 8.900 hektare atau jika 1,02 juta hektare atau mengalami peningkatan 0,91 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ahad selaku Kepala BPS Sulsel Suntono di Makassar, mengatakan luas lahan panen padi yang terekam melalui pendataan oleh anggotanya itu sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Berdasarkan hasil survei kerangka sampel area (KSA), realisasi panen padi sepanjang Januari hingga Desember 2021 sebesar 0,99 juta hektare dan ini meningkat 0,91 persen dari tahun sebelumnya,” ujarnya.
Dia menyebutkan, luas lahan panen padi di Sulsel pada 2020 mencapai 0,98 juta hektare atau sekitar 980 ribu hektare dan meningkat menjadi 0,99 juta ha di tahun berikutnya.
Untuk puncak panen padi pada 2021 juga mengalami pergeseran dibanding 2020.
Suntono merincikan, pada 2021, puncak panen terjadi pada bulan September sebesar 0,2 juta hektare dan bulan April sebesar 0,18 juta hektare, sementara puncak panen pada 2020 terjadi pada bulan Agustus sebesar 0,19 juta hektare dan bulan Mei sebesar 0,16 juta hektare.
“Selain menghitung luas panen pada saat pengamatan berdasarkan fase tumbuh tanaman padi, survei KSA juga dapat menghitung potensi luas panen hingga tiga bulan ke depan,” katanya.
Ia menjelaskan ketidakakuratan data produksi padi juga telah diduga oleh banyak pihak sejak 1997. Studi yang dilakukan oleh BPS bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 1998 telah mengisyaratkan overestimasi luas panen sekitar 17,07 persen.
Namun pada 2018, BPS telah bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang sekarang bergabung menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), serta Badan Informasi dan Geospasial (BIG) melakukan penyempurnaan penghitungan luas panen dengan menggunakan metode
Kerangka Sampel Area (KSA).
KSA ini memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari LAPAN dan digunakan BIG untuk mendelineasi (Digitalisasi) peta lahan baku sawah yang divalidasi dan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN untuk mengestimasi luas panen padi.
Penyempurnaan dalam berbagai tahapan penghitungan produksi beras telah dilakukan secara komprehensif tidak hanya luas lahan baku sawah saja, tetapi juga perbaikan penghitungan konversi gabah kering menjadi beras.
Sementara untuk produksi padi di provinsi itu selama 2021 mencapai 5,09 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami peningkatan 382,2 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 4,71 juta ton GKG.
“Produksi tertinggi terjadi pada September yaitu sebesar 1,06 juta ton atau telah naik 8,12 persen. Untuk produksi gabah kering giling yang dihasilkan petani Sulsel cukup besar jika membandingkan dengan tahun sebelumnya. Puncak produksi itu di bulan September,” terangnya.
Dia mengatakan produksi padi terendah terjadi pada bulan Juni, yaitu sebesar 0,1 juta ton GKG. Berbeda dengan kondisi pada 2021, produksi padi tertinggi pada 2020 terjadi pada Agustus dan Mei.
Untuk penurunan produksi padi yang cukup besar pada 2021 terjadi di beberapa wilayah seperti Kabupaten Gowa, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Soppeng.
Di sisi lain, terdapat beberapa kabupaten/kota yang mengalami peningkatan produksi padi relatif besar, misalnya Kabupaten Wajo, Jeneponto, dan Kabupaten Bone.
“Ada tiga kabupaten/kota dengan total produksi padi (GKG) tertinggi pada 2021 adalah Kabupaten Bone, Wajo, dan Pinrang. Sementara itu, tiga kabupaten/kota dengan produksi padi terendah ialah Kota Parepare, Kepulauan Selayar, dan Kota Makassar,” ucapnya.