Jurnalindo.com, – Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, memberikan klarifikasi terkait kebijakan pemerintah yang mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memperoleh izin usaha pertambangan (IUP). Jokowi menegaskan bahwa pemerintah tidak secara khusus menunjuk atau mendorong ormas keagamaan untuk mengajukan IUP, melainkan hanya menyediakan regulasi yang memungkinkan hal tersebut.
“Kami hanya menyiapkan regulasi. Kalau memang ada minat (untuk mengelola tambang), regulasinya sudah ada,” kata Jokowi kepada wartawan usai meresmikan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah, pada Jumat, 26 Juli 2024, sebagaimana dilaporkan oleh Tempo melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Jokowi menjelaskan bahwa yang berhak mengelola tambang bukanlah ormas itu sendiri, melainkan badan usaha di bawahnya, seperti koperasi, PT, atau CV. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang merupakan hasil revisi dari PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Menurut Jokowi, kebijakan ini diambil untuk mendorong pemerataan ekonomi dan menjawab keluhan bahwa izin tambang selama ini hanya diberikan kepada perusahaan besar. “Banyak yang menyampaikan, kalau diberi konsensi, kami pun sanggup,” ujarnya, merujuk pada aspirasi yang didengarnya saat berdialog dengan masyarakat di pondok pesantren dan masjid.
Sementara itu, keputusan pemerintah untuk memberikan IUP kepada ormas keagamaan menuai sorotan dan kritik, salah satunya dari anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto. Ia menyebut kebijakan tersebut melanggar Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) dan menekankan bahwa pengelolaan tambang memerlukan spesialisasi dan profesionalitas.
Di sisi lain, PP Muhammadiyah, salah satu ormas keagamaan terbesar di Indonesia, baru-baru ini menyatakan sikap menerima IUP setelah melakukan rapat pleno. Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, menjelaskan bahwa keputusan ini disertai dengan catatan penting, yakni pengelolaan tambang harus dilakukan dengan menjaga lingkungan dan mempertahankan hubungan baik dengan masyarakat setempat.
Anwar Abbas, yang juga mantan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), menekankan pentingnya meminimalisir dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan. “Jika Muhammadiyah memutuskan untuk menerima dan mengelola tambang, maka pengelolaan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan. Saya tahu Muhammadiyah menerima, tapi tolong masalah lingkungan, dampaknya diminimalisir,” ucapnya.
Dengan keputusan ini, Muhammadiyah diharapkan dapat menjaga harmoni dengan masyarakat yang terdampak oleh kegiatan pertambangan yang akan mereka kelola. (Tempo.co/Nada)