Nahdlatul Ulama (NU), Sejarah dan Dinamika Politik Hingga Pemilu 2024

NU, atau Nahdlatul Ulama, tidak dapat dipisahkan dari politik Indonesia. Dengan statusnya sebagai organisasi massa Islam terbesar di Tanah Air, NU kerap menjadi (Sumber foto : Bisnis.com)
NU, atau Nahdlatul Ulama, tidak dapat dipisahkan dari politik Indonesia. Dengan statusnya sebagai organisasi massa Islam terbesar di Tanah Air, NU kerap menjadi (Sumber foto : Bisnis.com)

Jurnalindo.com, – NU, atau Nahdlatul Ulama, tidak dapat dipisahkan dari politik Indonesia. Dengan statusnya sebagai organisasi massa Islam terbesar di Tanah Air, NU kerap menjadi sasaran perhatian saat pemilihan umum (Pemilu) tiba. Magnet politik NU terletak pada perannya sebagai ormas Islam terkemuka, memainkan peran signifikan dalam menentukan arah politik di Indonesia.

Sejarah NU dalam ranah politik sudah dimulai sejak lama. Puncak keberhasilan NU terjadi pada Pemilu 1955, di mana Partai NU, kendaraan politik warga Nahdliyin, meraih peringkat ketiga dalam waktu singkat setelah keluar dari Masyumi. Prestasi ini menjadi tonggak bersejarah yang menandai kekuatan politik NU.

Pada Pemilu 1971, NU bahkan mengukir prestasi lebih cemerlang dengan meraih 18,68 persen suara, unggul jauh dari Parmusi, anak kandung Masyumi, yang hanya memperoleh 5,36 persen suara.

Namun, masa Orde Baru membawa perubahan signifikan pada langkah politik NU. Regim militer pada saat itu membatasi peran politik NU dengan memaksa kelompok Islam untuk bergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 1973. Meskipun PPP menjadi wadah politik umat Islam, khususnya NU, kelahiran partai tersebut menjadi titik nadir dalam sejarah politik Islam.

Pada Pemilu 1977, berkat dukungan NU, PPP mampu meraih suara hingga 29 persen. Prestasi ini, menurut Indonesianis MC Ricklefs, sulit dicapai pada pemilu-pemilu berikutnya.

Tongkat estafet kepemimpinan PPP baru berpindah ke tangan politikus NU ketika Hamzah Haz menjadi Ketua Umum pada 1998. Kepemimpinan Hamzah Haz membawa perubahan signifikan dalam hubungan antara PPP dan NU, bahkan Hamzah Haz kemudian menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri.

Meskipun setelah reformasi suara PPP turun drastis, NU tetap memegang peranan penting dalam dinamika politik. Kemunculan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang didirikan oleh tokoh NU, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, menjadi cermin romantisme politik bagi Nahdliyin setelah lama direpresi oleh Orde Baru.

Pasca-reformasi, NU tidak selalu identik dengan PKB. Pecahnya PKB antara pendukung Muhaimin Iskandar dan Gus Dur menyebabkan suara warga NU tersebar ke berbagai partai, termasuk PDIP, Gerindra, dan Golkar.

Menjelang Pemilu 2024, survei dari Indikator Politik memperkuat asumsi bahwa mayoritas warga NU tidak sepenuhnya memilih PKB. PDIP menjadi pilihan utama dengan angka 19,8 persen, disusul Gerindra 18,3 persen, dan PKB hanya mendapatkan 12,7 persen. Golkar, Demokrat, dan PKS juga meraih dukungan signifikan dari warga NU.

Survei di basis kaum Nahdliyin, Jawa Timur, menunjukkan PDIP melampaui PKB. Elektabilitas PDIP mencapai 23,3 persen, sedangkan PKB berada di peringkat dua dengan angka 20,7 persen. Golkar, Demokrat, dan PKS menempati peringkat berikutnya.

Meski demikian, PKB tetap mendominasi di wilayah dengan akar masyarakat NU, seperti Madura dan Tapal Kuda. Di Madura, PKB memimpin dengan elektabilitas mencapai 33,9 persen, sementara di Tapal Kuda, elektabilitas PKB mencapai 23,9 persen.

Dalam pemilihan presiden (capres), survei menunjukkan bahwa pasangan Prabowo-Gibran memiliki elektabilitas tertinggi di Jawa Timur, mencapai 46,7 persen. Hasil ini mengungguli pasangan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin. Survei dari CSIS dan Litbang Kompas juga menunjukkan kecenderungan serupa, dengan peluang Prabowo-Gibran sangat tinggi di Jawa Timur.

Dinamika politik di kalangan warga NU tetap menarik untuk diikuti menjelang Pemilu 2024. Sejarah panjang peran politik NU dan keterlibatan mereka dalam proses politik. (Nada/Bisnis.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *