Dalam cuplikan ceramahnya, Hasyim Asy’ari menyampaikan pengertian dan makna dari berkurban yang berlandaskan pada ajaran Islam. Menurutnya, kurban bukan sekadar tentang menyembelih hewan ternak, tetapi lebih dalam lagi tentang pengorbanan jiwa dan perbuatan yang dilandasi oleh tauhid, iman, dan takwa kepada Allah.
“Sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih,” ujarnya dengan tegas, menggarisbawahi pentingnya untuk menghilangkan sifat-sifat yang tercela seperti kesombongan, keangkuhan, dan perilaku merendahkan orang lain.
Lebih lanjut, Hasyim menjelaskan bahwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail adalah ujian keimanan dan kesediaan untuk menaati perintah Allah.
Kedua nabi tersebut telah menunjukkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati mereka dalam menjalani perintah Allah, yang pada akhirnya Allah menggantikan Nabi Ismail dengan seekor kibas sebagai bukti kesetiaan dan kepatuhan mereka.
Namun, ceramah Hasyim Asy’ari ini juga mengundang kontroversi karena konteks sosial dan politik yang melingkupinya. Terlebih lagi, publik merespons secara beragam terhadap ceramah ini mengingat Hasyim telah terlibat dalam skandal serius yang mempengaruhi citra dan kredibilitasnya sebagai pejabat publik.
Pemberhentian Hasyim Asy’ari oleh DKPP terjadi setelah terbukti melanggar kode etik dengan melakukan tindakan yang tidak senonoh terhadap seorang perempuan.
Meskipun demikian, ceramahnya yang menyentuh tentang nilai-nilai spiritualitas dan pengorbanan dalam Islam menunjukkan bahwa kontroversi pribadi tidak serta merta mengaburkan keberhasilannya sebagai seorang pemimpin spiritual.
Ceramah Hasyim Asy’ari di Hari Raya Idul Adha 2024, meskipun mencetuskan debat dan perdebatan, tetap memberikan refleksi mendalam bagi umat Islam tentang arti sejati dari kurban, serta tantangan untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dapat merusak keharmonisan masyarakat. (Replublika/Nada)