Psikiater Fakultas Kedokteran UI bahwa menopause dapat mengganggu mental wanita

Jurnalindo.com – Jakarta, 19/10 – Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr dr Natalia Widiasih, Sp.KJ(K), MPd.Ked, menjelaskan bahwa menopause dapat mempengaruhi bahkan mengganggu fungsi kognitif dan mental wanita karena salah satunya dipengaruhi oleh penurunan dalam estrogen.

Dalam diskusi Rabu, Natalia menjelaskan bahwa estrogen berperan dalam memediasi neurotransmiter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur neurogenesis dan melindungi saraf dari kerusakan sel dan kematian. Hormon ini juga berperan dalam mengatur fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, suatu bentuk energi yang dibutuhkan oleh sel.

Dia melanjutkan, penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta-amiloid, dan hilangnya sinapsis di otak, yang kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif ke dalam otak. demensia.

Ia melanjutkan, jika kondisi ini tidak terdeteksi, selain memicu stres, dapat menyebabkan kerusakan saraf yang lebih parah lagi. Jika ini dibiarkan, ia mungkin berisiko terkena demensia vaskular atau demensia karena perubahan hormonal serta tekanan tinggi.

Baca Juga: Keseringan Main Medsos Dapat Perburuk Kesehatan Mental
“Buruan dibawa ke tenaga profesional. Kalau sudah terjadi demensia, kita sudah tidak bisa pulihkan lagi. Tetapi kalau baru gejala-gejala awal, kita bisa pulihkan,” ujar Natalia.

Sementara dampak psikologis akibat menopause yang juga akibat perubahan hormonal salah satunya estrogen, bisa berupa adanya rasa tidak nyaman, merasa kesepian bisa karena bagian dari depresinya atau karena dia menarik diri.

Selain itu, ada kemungkinan seseorang sudah sedari awal tak memiliki dukungan sosial yang baik misalnya karena sifatnya yang pemalu atau kepercayaan diri rendah sehingga ini memperkuat potensi kerentanan mendapatkan gangguan mental lebih besar.

“Kondisi ini, bisa diperberat dengan cara pandangnya yang negatif terhadap diri dan pemicu stres di lingkungan, sehingga menyebabkan orang mengalami gangguan mood menetap,” kata Natalia.

Stres yang tinggi sendiri dapat merusak otak karena banyaknya radikal bebas yang dilepaskan dan wujudnya dapat kecemasan, depresi. Di saat yang sama, seseorang juga merespon perubahan secara negatif sehingga menurunkan kualitas hidupnya.

“Orang ini biasanya sudah perlu tata laksana, apalagi bila sudah terpikir mengakhiri hidup,” saran Natalia.

Natalia menambahkan, menopause dialami para wanita yakni fase berhenti menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas sel-sel telur sudah tidak dihasilkan lagi di ovarium.

Banyaknya mitos beredar di masyarakat terkait menopause misalnya dapat menyebabkan depresi, kulit menjadi keriput dan kehidupan seks berakhir dapat menimbulkan ketakutan sehingga menyebabkan konsekuensi psikologis bagi wanita.

“Karena perubahan biologis bisa menyebabkan perubahan secara psikologis, ditambah stressor sosial. Apalagi lingkungan sosial bukannya membantu tetapi menakuti,” demikian kata dia.

(ara/rido)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *