KUPATAN KENDENG 2024 “Kendeng Nguripi – Kwalat Lamun Ora Ngopeni”

Rembang, 15 April 2024, Petani Kendeng yang tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) seperti biasa mengadakan (Jurnalindo.com)
Rembang, 15 April 2024, Petani Kendeng yang tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) seperti biasa mengadakan (Jurnalindo.com)

Jurnalindo.com, – Rembang, 15 April 2024, Petani Kendeng yang tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) seperti biasa mengadakan ritual budaya Kupatan Kendeng bertempat di Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kec. Gunem, Kab. Rembang.

Kegiatan rutin ini dimulai dengan prosesi“Temon Banyu Beras” di Sumber Mata Air Brubulan dan “lamporan” di Pisowanan pada hari Minggu, 14 April selanjutnya dilanjutkan “Dono Weweh Kupat Lepat (arak-arakan)” pada hari Senin, 15 April 2024. Tradisi yang dilaksanakan hari ke 5 di bulan Syawal ini mengambil tema “Kendeng Nguripi Kwalat Lamun Ora Ngopeni”.

Tema ini sebagai bahan refleksi bersama bahwa pasca relokasi industri yang masif ke Jawa Tengah yang kemudian diakomodir melalui UU Cipta Kerja, PP Proyek Strategis Nasional (PSN) serta aturan turunan lainnya membuat salah satu provinsi penyumbang pangan terbesar nasional ini berada dalam kondisi “kritis akut”.

Jurnalindo.com
Jurnalindo.com

Masifnya alih fungsi lahan-lahan produktif untuk kantong pabrik, tol dan pembangunan lainnya berdampak terhadap kebencanaan selama beberapa tahun terakhir ini. Terlebih untuk menyuplai kebutuhan pembangunan serakah tersebut, daerah tambang makin diperluas tidak terkecuali di Pegunungan Kendeng.

Akibatnya bisa dirasakan sendiri, sejak akhir tahun 2023 dan awal tahun 2024 saja setidaknya berita banjir, rob, tanah longsor dan bencana lainnya masif di pemberitaan maupun memenuhi timeline media sosial. Contoh kecilnya banjir bandang yang setidaknya tiga kali melumpuhkan pantura khususnya di wilayah Demak-Kudus.

Banjir ini bukan hanya berdampak terhadap putaran ekonomi saja, hilangnya ruang hidup masyarakat terdampak serta tergenangnya lahan-lahan persawahan membuat ancaman puso krisis pangan makin kerap terjadi di Jawa Tengah. Lalu adakah langkah pencegahan yang komprehensif dari pemerintah kabupatan/kota, provinsi, bahkan pusat untuk kondisi itu.

Momen Kupatan tahun ini menjadi sangat spesial. Hal ini dikarenakan bulan April adalah momen pengingat sejarah dimana pada 2017 lalu, Presiden mengamanatkan Kementerian Lingkungan Hidup untuk membuat kajian menyeluruh terkait Pegunungan Kendeng melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

KLHS Pegunungan Kendeng yang dikerjakan dengan dua tahap tersebut seharusnya menjadi pijakan utama bagi kebijakan pemerintah untuk kelestarian alam sebagaimana diatur dalam Pasal 14-18 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Jurnalindo.com
Jurnalindo.com

Naasnya kajian kompleks tersebut ditambahkan dengan kemenangan warga atas gugatan izin lingkungan PT Semen Indonesia tahun 2016 itu tak pernah disentuh bahkan dieksekusi oleh pemerintah. Mereka seakan congkak merusak kelestarian Kendeng tanpa melihat pentingnya urgensinya bagi kehidupan makhluk dan ekosistem itu sendiri.

KLHS Pegunungan Kendeng ini komprehensif, dikarenakan sudah membaca bahwa eksploitasi yang akan dan telah terjadi adalah ancaman bagi ribuan sumber-sumber mata air abadi di dalamnya. Padahal yang bergantung pada keutuhan ketersediaan air bukan hanya petani tetapi seluruh rakyat di Rembang, Pati, Blora, Grobogan dan wilayah lain serta semua makhluk yang ada di dalam ekosistem Kendeng.

Jika eksploitasi di Pegunungan Kendeng dengan kisaran luasan lahan 392,84 ha tersebut terus dilakukan, maka akan berdampak terhadap kerugian yang masif sebagaimana telah dijelaskan dalam valuasi ekonomi pada dokumen KLHS Kendeng yang telah memperhitungkan potensi kerugian sebesar 3,2 Triliyun setiap tahunnya.

Maka atas kondisi tersebut, KLHS juga merekomendasikan dilakukannya penetapan kawasan lindung di CAT Watuputih dan memoratorium izin pertambangan di CAT Watuputih.

Namun sayangnya pemerintah daerah dan provinsi justru secara jelas menolak rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng tahun 2017 yang diamanatkan oleh presiden ini. Alih-alih menguji validitas kajian dan adu gagasan teoritis, mereka justru berlomba membuat KLHS tandingan yang sayangnya tidak mengakomodir kemenangan gugatan warga dan rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng.

Kini melalui momen Kupatan Kendeng, JM-PPK dengan tanpa lelah terus mengingatkan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten untuk serius dalam menangani bencana yang terus terjadi setiap tahunnya. Bukan hanya mengatasi hilir saja namun harus menyentuh hulu/sumber dari kebencanaan itu sendiri.

Selain itu memastikan lahan-lahan produktif di Jawa Tengah untuk terus dilindungi dengan kebijakan yang berpihak kepada para petani seperti halnya kemudahan akses pupuk, bibit, dan harga pasar yang saling menguntungkan berbagai pihak.

Selain itu, melestarikan Pegunungan Kendeng, mengusir pabrik dan tambang menjadi hal yang mutlak wajib dieksekusi oleh pemerintah bersama dengan masyarakat.

Pangkur

Lamun tekan iki dina
Isa mangan merga kendeng nguripi
Keparingan cekap cukup
Bab sandang uga boga
Banyu sumber cukup nggo nenandur
Ugo nggo butuh padinan
Sih kurang piye pertiwi
( Jika sampai hari ini kita masih bisa makan, itu karena kendeng telah menghidupi kita. Kita diberi cukup sandang pangan, air mengalir dari sumber untuk mencukupkan keperluan bercocok tanam dan kebutuhan air untuk keseharian. Masih kurang apakah Pertiwi ? )

Yen iseh tetep nyawiyah
Apa pancen nggadhang murkane bumi
Banjir kang dumadi iku
Mung sekedhik pratandha
Ngertenana yen kendeng malati tuhu
Mula tansah rumatana
Larang pangan tan dumadi

(Bila bumi masih tetap dirusak apakah kalian mengharap bumi murka ? Banjir yang sekarang sering terjadi hanyalah pertanda dan peringatan kecil. Ketahuilah bahwa Kendeng itu malati. Rawatlah kendeng dengan baik, agar bahan pangan yang mahal tidak semakin parah.) (Jurnal/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *