jurnalindo.com – Meski dibayangi sentimen geopolitik di Ukraina dan rencana kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta diprediksi akan menguat.
“Gerak rupiah pagi ini terlihat mengabaikan isu-isu luar negeri terutama terkait ketegangan geopolitik, dengan harganya masih bergerak di bawah zona Rp14.440 dan support di areal Rp14.320,” kata Analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Nikolas Prasetia saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Rupiah bergerak menguat 12 poin atau 0,09 persen ke posisi Rp14.382 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.394 per dolar AS.
Dari sisi global, lanjut Nikolas, pelaku pasar tampak mewaspadai sanksi-sanksi baru yang akan dikeluarkan terhadap Rusia, terutama yang mempengaruhi kinerja dolar AS yakni sanksi atas larangan ekspor untuk teknologi tertentu kepada Rusia.
Menurut Nikolas, sanksi baru tersebut terlihat memberikan sedikit dorongan pada kinerja dolar AS pagi ini.
“Di sisi lain, pelaku pasar juga masih mewaspadai potensi-potensi terkait perubahan tingkat suku bunga AS, dengan ekspektasi sementara kenaikan suku bunga sebanyak 25 basis poin pada pertemuan Maret ini,” ujar Nikolas
Gubernur Federal Reserve Jerome Powell menegaskan kembali bahwa dia mendukung kenaikan 25 basis poin bulan ini. Powell mengulangi komentarnya pada hari kedua kesaksiannya di depan Kongres.
Dolar juga didukung oleh data klaim pengangguran mingguan AS, yang menunjukkan pasar tenaga kerja mulai meningkat, sehari menjelang laporan pekerjaan utama AS Februari pada Jumat waktu setempat.
Data menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun ke level terendah tahun ini pekan lalu.
Pada Rabu (2/3) rupiah ditutup melemah 55 poin atau 0,38 persen ke posisi Rp14.390 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.335 per dolar AS.