Rencana Pembentukan Kabinet Prabowo: Kontroversi dan Tantangan

Tahun anggaran Era Prabowo 2025 Capai 400T (Sumber Foto. TVOnenews)
Tahun anggaran Era Prabowo 2025 Capai 400T (Sumber Foto. TVOnenews)

Jurnalindo.com, – Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana mengoperasikan lebih dari 40 kementerian di kabinetnya mendatang, sebuah langkah yang memicu perhatian dan kritik dari berbagai pihak, termasuk pegiat dan akademisi. Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa tidak ada kebutuhan mendesak untuk menambah jumlah kementerian melebihi pemerintahan sebelumnya. Ia menekankan bahwa langkah ini berisiko membebani anggaran negara dan tampak sebagai upaya bagi-bagi kekuasaan di antara koalisi partai politik pendukung Prabowo.

Jumlah Kementerian yang Kontroversial

Dokumen berjudul “Gambaran Nomenklatur Mitra AKD” menunjukkan bahwa Prabowo berencana mengoperasikan sebanyak 46 kementerian, yang lebih banyak dibandingkan dengan 34 kementerian di era Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Keputusan ini semakin menguat setelah panitia kerja Badan Legislasi DPR menyetujui perubahan redaksional pada revisi Undang-Undang Kementerian Negara, yang memungkinkan jumlah kementerian ditentukan sesuai kebutuhan presiden.

Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyarankan agar Prabowo membentuk kabinet yang efisien, dengan mayoritas anggotanya berasal dari kalangan profesional non-partai, atau yang dikenal sebagai kabinet zaken. Ia berargumen bahwa kabinet zaken akan lebih sedikit konflik kepentingan dan tidak memerlukan anggaran yang besar.

Isu Politikal di Balik Penambahan Kementerian

Peneliti Politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengemukakan bahwa penambahan jumlah kementerian ini berpotensi terkait dengan kepentingan politik, terutama menjelang pertemuan Prabowo dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Jika PDIP memutuskan untuk bergabung dalam pemerintahan, maka tidak akan ada lagi partai di luar pemerintahan, yang dapat mengakibatkan hilangnya fungsi check and balances dalam sistem demokrasi Indonesia.

“Ini berbahaya bagi demokrasi karena tidak ada oposisi yang mengawasi jalannya pemerintahan,” ujar Usep. Ia menekankan bahwa PDIP, sebagai partai pemenang di pemilihan legislatif, memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan.

Respon Gerindra dan Harapan untuk Kabinet Mendatang

Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, enggan mengonfirmasi atau membantah kabar mengenai jumlah kementerian yang mencapai 46. Ia menyatakan bahwa jumlah final kementerian masih dalam tahap perhitungan dan berfokus pada pengoptimalan fungsi kementerian untuk kepentingan rakyat serta janji kampanye Prabowo.

Mengenai kemungkinan bergabungnya PDIP ke dalam pemerintahan, Dasco hanya menanggapi, “Lihat saja nanti.” Hal ini menunjukkan bahwa dinamika politik masih sangat terbuka dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan situasi menjelang pelantikan.

Rencana Prabowo untuk membentuk kabinet dengan jumlah kementerian yang tinggi menimbulkan perdebatan tentang efisiensi dan dampaknya terhadap demokrasi. Sementara penambahan kementerian bisa diartikan sebagai langkah untuk mengakomodasi partai-partai dalam koalisinya, hal ini juga berpotensi mengurangi pengawasan terhadap pemerintahan. Dengan posisi PDIP yang masih belum jelas, masa depan pemerintahan Prabowo akan sangat tergantung pada keputusan yang diambil dalam waktu dekat. (Tempo.co/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *