Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Masa Kampanye: Polemik Netralitas dan Tanggapan PDI-P

Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, pada Jumat (5/1/2024) malam di sebuah restoran di kawasan Menteng, (Sumber foto : Rakyat Merdeka)
Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, pada Jumat (5/1/2024) malam di sebuah restoran di kawasan Menteng, (Sumber foto : Rakyat Merdeka)

Jurnalindo.com, – Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, pada Jumat (5/1/2024) malam di sebuah restoran di kawasan Menteng, Jakarta, memicu polemik terkait netralitas kepala negara dalam kontestasi Pilpres 2024. Ketua Bidang Kehormatan PDI-P, Komarudin Watubun, menyatakan keheranannya atas pertemuan tersebut, mengingat Jokowi sebelumnya telah mengumpulkan para penjabat gubernur dan aparat sipil negara untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.

“Padahal Pak Jokowi sendiri beberapa waktu ini mengumpulkan seluruh penjabat gubernur, bupati, walikota, KPU, Bawaslu di setiap jenjang pusat daerah, kemudian TNI Polri, kepala desa seluruh Indonesia, yang mungkin baru pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia, Kepala Negara mengumpulkan institusi sebanyak itu dengan pesan harus netral,” ujar Komarudin dalam keterangan video kepada wartawan.

Komarudin menyatakan bahwa makan malam antara Jokowi dan Prabowo, yang berlangsung satu jam, seolah mengkonfirmasi bahwa kepala negara tidak netral dalam kontestasi pilpres. Meskipun tidak ada kegiatan khusus yang diadakan pada peringatan HUT ke-51 PDI-P, pertemuan ini menjadi sorotan karena dianggap dapat menciptakan tanda tanya di kalangan publik.

Menurut Komarudin, Jokowi seharusnya menunjukkan sikap netral sebagai contoh dan teladan bagi para penyelenggara negara yang sudah dikumpulkannya. “Karena Pemilu 2024 ini pemilu yang akan menentukan masa depan Indonesia, mau dibawa ke mana,” tegas anggota Komisi II DPR.

Dalam konteks ini, Komarudin juga menekankan pentingnya penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum. Pemilu yang demokratis dinilai sebagai wujud cita-cita reformasi tahun 1998, yang menegaskan hak asasi manusia dan menjunjung tinggi Indonesia sebagai negara hukum.

Pertemuan Jokowi dan Prabowo tersebut menjadi perhatian karena dianggap bertentangan dengan upaya membangun netralitas di lingkungan penyelenggara negara, khususnya dalam konteks pesta demokrasi yang akan datang. (Kompas/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *