Benarkah Protein hewani penting untuk cegah stunting, Ini Penjelasanya

Jurnalindo.com, – Menjelang Hari Gizi Nasional (HGN) yang diperingati pada 25 Januari 2023, pakar gizi anak dan penyakit metabolik Prof. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, SpA(K) mengingatkan pentingnya konsumsi protein hewani untuk mencegah stagnasi .

“Truantesis sebenarnya bisa terjadi saat dia lahir. Itu 20 persen pada bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah. Lalu 20 persen lainnya bisa terjadi saat menyusui. Lalu 50 persen itu karena MPASI (Makanan Tambahan ASI), di mana ( bayi) tidak mendapat cukup protein hewani,” kata Damayanti Rusli Sjarif dalam diskusi daring, Selasa.

Acara HGN tahun ini bertemakan “Protein Hewani mencegah stunting”. Untuk mencegah stunting, Damayanti mengatakan setiap bayi harus mendapatkan protein dari daging ayam, telur, daging giling, ikan hingga susu sapi UHT. Porsi juga harus diberikan dengan benar agar kebutuhan protein harian anak terpenuhi dengan baik.

Baca Juga: Waspada Dampak Panjang Stunting, Orang Tua Harus Tahu Ini

“Usia 6 sampai 8 bulan, 70 persen sumber energinya masih dari ASI. Jadi MPASI hanya 30 persen, yakni 200 kkal. Kebutuhan protein harian untuk usia ini adalah 15 gram atau 30 persen kebutuhan protein hewani minimal. Jadi berikan 1 butir telur ayam dan masih bisa dilakukan pada usia 6 sampai 8 bulan sehari,” jelas Damayanti yang juga staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

“Kalau umur 9 sampai 11 bulan dia butuh 15 gram protein per hari, jadi 1 butir telur ayam sama dengan 1/2 hati ayam. Atau kalau umur 12 sampai 24 bulan ASInya tinggal 30 persen, selebihnya harus ditambah. makanan padat termasuk protein 20 gram per hari, jadi 1 butir telur ayam kampung dengan 30 gram ikan kembung ditambah 1 susu UHT,” imbuhnya.

Sementara itu, untuk anak berusia 24 hingga 60 bulan, Damayanti menjelaskan bahwa kebutuhan energi MPASI-nya sebesar 1400 kkal atau 25 gram protein per hari. Sehingga, orang tua dapat memberikan 2 butir telur, 1 hati ayam atau 30 gram daging merah, 2 susu UHT atau 30 gram teri nasi.

Aturan makan balita 12 hingga 24 bulan

Untuk contoh aturan makan balita berusia 12 hingga 24 bulan, Damayanti mengatakan, bisa dengan memulai memberikan ASI pada jam 6 pagi.

Baca Juga: Dokter sebut Protein hewani kerap dilupakan dalam pemenuhan gizi anak

Setelah itu, bisa dilanjutkan dengan makan pagi berprotein seperti ikan, ayam, daging atau telur. Minimal protein hewani hariannya bisa dipenuhi dengan 1 butir telur ayam, 30 gram ikan kembung dan satu susu UHT Full Cream 125 ml.

Pukul 10 pagi, ibu bisa memberikan snack dengan satu susu UHT 125 ml. Pada jam makan siang, ibu bisa memberikan kembali protein hewani melalui ikan, ayam, daging atau telur. Selanjutnya di jam 2 siang, ibu bisa kembali memberikan ASI.

Memasuki sore hari pukul 16.00, ibu bisa kembali memberikan snack yang lalu dilanjutkan dengan makan malam yang mengandung protein hewani. Saat menjelang jam tidur pukul 8 malam, ibu bisa memberikan ASI kepada anak.

Jika anak mengalami GTM (Gerakan Tutup Mulut), Damayanti mengimbau agar orangtua juga memperhatikan rasa hingga tekstur MPASI yang diberikan kepada buah hatinya. Misalnya, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memperkenalkan menu makanan kesukaan sang ibu, namun disajikan dalam porsi dan teksur yang berbeda.

“Saya waktu itu pernah dapat pasien ASI eksklusif. Tapi 9 bulan tiba-tiba dia stop makan. GTM. Bapak ibunya bingung. Pas saya lihat itu makanannya awut-awutan begitu. Saya tanya apa orangtuanya juga nyoba makanan anaknya?” terang Damayanti.

“Sekarang ibunya suka makan apa? Suka makan steik katanya. Hamil juga suka makan steik. Artinya itu ASI ibunya juga sudah rasa steik. Ya sudah kasih makannya steik yang dicincang. Jadi makanan keluarga saja yang dikenalkan. Cuma teksturnya saja yang dibedakan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *