Jurnalindo.com, – Pengadilan Negeri (PN) Pati menggelar sidang perdana dua perkara pidana yang menjerat sejumlah terdakwa, Selasa (24/12/2025) pagi. Sidang berlangsung di Ruang Sidang Cakra PN Pati sejak pukul 09.00 WIB dan beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum.
Juru Bicara PN Pati, Retno Lastiani, menyampaikan bahwa sidang pertama adalah perkara nomor 201/PB dengan terdakwa Supriyono alias Botok bin Munadi dan Teguh Istianto alias Pak RW bin Sumadi Winato. Perkara kedua bernomor 202/PB/PNPTI/2025 dengan terdakwa Sugito bin Ngadiman.
“Untuk kedua perkara tersebut, agenda sidang hari ini adalah pembacaan surat dakwaan dan sidang berlangsung kurang lebih selama satu jam,” ujar Retno.
Dalam perkara nomor 201, para terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif. Dakwaan pertama melanggar Pasal 192 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau dakwaan kedua Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau dakwaan ketiga Pasal 169 ayat (1) KUHP.
“Ancaman pidana untuk dakwaan pertama maksimal 9 tahun penjara. Untuk dakwaan kedua ancamannya pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda, sedangkan dakwaan ketiga maksimal 6 tahun penjara,” jelasnya.
Sementara itu, dalam perkara nomor 202, terdakwa Sugito didakwa dengan dakwaan tunggal, yakni Pasal 192 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.
Retno menambahkan, sidang lanjutan untuk perkara nomor 201 akan digelar pada 7 Januari 2026 pukul 09.00 WIB dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa.
Sedangkan perkara nomor 202 akan kembali disidangkan pada 8 Januari 2026 pukul 09.00 WIB dengan agenda pembuktian dari penuntut umum melalui pengajuan saksi. Terkait pengamanan, PN Pati memastikan situasi persidangan berlangsung kondusif.
“Semua sudah dikondisikan dengan baik dan sidang berjalan tertib tanpa adanya gejolak,” tegas Retno.
Sementara itu, Kuasa Hukum AMPB, Nimerodi Gulo, mengkritisi pasal-pasal yang didakwakan kepada kliennya. Ia menilai dakwaan tersebut tidak tepat dan terkesan dipaksakan.
“Sejak awal kami menilai pasal-pasal yang didakwakan kepada Supriyono dan Teguh adalah pasal yang tidak layak diterapkan. Ini menjadi tontonan kebodohan aparat penegak hukum kepada publik,” tegas Nimerodi.
Ia juga menyayangkan peran jaksa penuntut umum yang dinilai tidak menjalankan fungsi sebagai penyaring dakwaan dari penyidik. Menurutnya, peristiwa yang terjadi seharusnya lebih tepat dikenakan pasal lalu lintas, bukan pasal penghasutan.
“Kejadiannya di jalan lalu lintas, seharusnya dikenakan pasal lalu lintas, bukan Pasal 192 tentang penghasutan. Jaksa jangan hanya menjadi corong penyidik,” ujarnya.
Nimerodi berharap majelis hakim dapat memeriksa perkara secara objektif dan cermat demi mencegah praktik kriminalisasi terhadap masyarakat.
“Negara ini adalah negara hukum. Kami berharap pengadilan benar-benar menjadi tempat mencari keadilan, bukan sekadar menghakimi,” pungkasnya. (Juri/Jurnal)












