Joget Tanpa Musik Prabowo di Debat Capres, Analisis Pakar Psikologi

- Debat Capres-Cawapres dalam rangka Pilpres 2024 menghadirkan momen menarik ketika Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, terlihat (Sumber foto: Bondowoso Network)
- Debat Capres-Cawapres dalam rangka Pilpres 2024 menghadirkan momen menarik ketika Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, terlihat (Sumber foto: Bondowoso Network)

Jurnalindo.com, – Debat Capres-Cawapres dalam rangka Pilpres 2024 menghadirkan momen menarik ketika Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, terlihat berjoget tanpa ada alunan musik. Reza Indragiri Amriel, seorang sarjana psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkapkan kekhawatirannya mengenai aksi joget tersebut, mengaitkannya dengan kondisi kesehatan dan strategi branding Prabowo.

Reza pertama kali menyinggung bahwa joget tanpa musik bukanlah hal baru dalam politik dunia. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump, dan Presiden pertama Rusia, Boris Yeltsin, juga pernah melakukan aksi serupa. Kedua pemimpin tersebut terlihat berjoget sebagai upaya untuk meyakinkan publik bahwa mereka dalam kondisi sehat, dan hal ini dilakukan sebagai strategi branding untuk membangun persepsi positif di mata masyarakat.

Namun, Reza mengungkapkan bahwa tindakan Prabowo berjoget tampak memiliki perbedaan signifikan. Ia menyatakan bahwa Trump dan Yeltsin hanya melakukan aksi joget sesekali di atas panggung dan ketika musik mengalun. Mereka tidak menjadikan joget sebagai strategi branding yang terus-menerus ditampilkan. Reza menilai bahwa Prabowo berjoget terlalu sering, tanpa musik, dan terlihat tidak memperhatikan konteks acara.

Reza mengungkapkan kekhawatirannya terhadap “executive functioning” Prabowo, yang berhubungan dengan kemampuan manusia mengelola informasi dan membuat keputusan yang solid. Menurutnya, joget Prabowo terkesan sebagai bentuk kompensasi dan pengalihan perhatian dari menurunnya kemampuan Prabowo dalam berpikir strategis dan tuntas di tingkat tertinggi pejabat negara.

Pakar psikologi ini menilai bahwa strategi branding lewat joget berpotensi menjadi senjata makan tuan. Ketika orang-orang di sekitar Prabowo terus mendorongnya untuk berjoget, itu bisa berarti mereka bukan sedang melatih Prabowo untuk memulihkan “executive functioning”-nya, melainkan justru membatasi kapasitas kognitif ketua umum Partai Gerindra itu.

Reza menutup analisisnya dengan menyatakan empati pada Prabowo, menyebut bahwa “sudah hampir dua jam debat capres berlangsung. Executive functioning Prabowo tertakar, dan saya berempati pada beliau.” Dengan demikian, perdebatan mengenai joget Prabowo tidak hanya sebatas isu hiburan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang kemampuan eksekutif calon presiden tersebut. (Jpnn/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *