Jurnalindo.com, – Rencana pembangunan Kereta Api Kilat Pajajaran yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai kritik dari para pengamat transportasi. Proyek yang digadang-gadang mampu memangkas waktu tempuh Jakarta–Bandung menjadi 1,5 jam, bahkan 1 jam, dinilai tidak mendesak dan tidak efektif, terutama melihat kondisi transportasi di Jawa Barat dan kebutuhan nasional yang lebih prioritas.
Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai bahwa anggaran besar yang diperkirakan mencapai Rp8 triliun untuk proyek tersebut sebaiknya dialihkan ke pembangunan moda transportasi lain yang lebih dibutuhkan masyarakat.
“Uang Rp8 triliun itu mungkin bangun kereta non-aktif Cianjur–Padalarang kemudian Sukabumi, itu lebih bermanfaat,” ujarnya, Minggu (30/11/2025).
Sudah Banyak Pilihan Transportasi Jakarta–Bandung
Djoko menilai rencana ini tidak relevan mengingat sudah banyak moda transportasi yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. Mulai dari:
-
KA Parahyangan (Gambir–Bandung) dengan waktu tempuh sekitar 3 jam
-
Kereta cepat Whoosh dengan waktu tempuh hanya 45 menit
-
Angkutan bus antarkota
-
Travel
-
Kereta lokal
-
Akses jalan tol yang semakin memadai
Dengan banyaknya alternatif perjalanan yang sudah tersedia, Djoko menilai pembangunan kereta cepat baru bukanlah prioritas.
Waktu Tempuh 1,5 Jam Dinilai Tidak Masuk Akal
Menurut Djoko, klaim waktu tempuh 1,5 jam menggunakan jalur eksisting sangat tidak realistis. Bila pemerintah berencana membangun jalur baru, anggaran Rp8 triliun pun dianggap jauh dari cukup.
“Jakarta ke Cikampek saja satu jam. Masa Cikampek–Bandung setengah jam? Enggak mungkin. Bangun terowongan, bangun jembatan, meluruskan trek, kapan rampungnya? Lebih baik untuk angkutan perkotaan,” tambahnya.
Ia juga menyoroti minimnya angkutan umum di Jawa Barat, terutama untuk wilayah pedesaan dan transportasi pelajar—bahkan saat pelajar dilarang menggunakan sepeda motor, pemerintah tidak menyediakan alternatif transportasi memadai.
Instran: Urgensi Kereta Baru Dipertanyakan
Terpisah, peneliti Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran), Ki Darmaningtyas, mempertanyakan urgensi pembangunan kereta cepat baru tersebut. Ia mengingatkan bahwa usulan serupa pernah diajukan oleh Ignasius Jonan, namun akhirnya ditolak pemerintah dan digantikan pembangunan Whoosh.
“Apa masih perlu membangun kereta agak cepat lagi, sementara pembangunan jalan tolnya juga bertambah?” ungkapnya.
Darmaningtyas juga mendorong agar anggaran dialihkan untuk membangun infrastruktur di luar Jawa, terlebih kondisi jaringan kereta di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tengah mengalami kerusakan berat akibat banjir.
“Lebih baik anggarannya dialihkan untuk memulihkan infrastruktur transportasi di sana,” ujarnya.
Rencana Layanan Hingga Garut, Tasikmalaya, dan Banjar
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebelumnya memaparkan rencana Kereta Kilat Pajajaran yang tidak hanya menghubungkan Jakarta–Bandung, tetapi juga direncanakan terintegrasi hingga:
-
Garut
-
Tasikmalaya
-
Banjar
Waktu tempuh disebut dapat mencapai 2 jam untuk rute melampaui Bandung. Pemerintah daerah mengklaim proyek ini akan meningkatkan konektivitas Jawa Barat bagian selatan.
Namun, para pengamat menilai bahwa rencana ambisius ini belum menjawab permasalahan mendasar transportasi di Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya.
Prioritas Transportasi Dinilai Perlu Diubah
Para ahli sepakat bahwa pemerintah harus lebih fokus pada:
-
Reaktivasi jalur kereta nonaktif di Jawa Barat
-
Penyediaan angkutan perkotaan dan pedesaan
-
Transportasi pelajar yang aman
-
Perbaikan infrastruktur di luar Jawa yang terdampak bencana besar
-
Optimalisasi layanan yang sudah ada alih-alih membangun moda baru yang serupa
Dengan banyaknya kebutuhan mendesak di sektor transportasi nasional, rencana pembangunan KA Kilat Pajajaran dinilai tidak tepat waktu dan berpotensi menjadi proyek yang boros anggaran. (Sumber: Bisnis.com/Nada)












