Jurnalindo.com – Wakil Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jakarta, August Hamonangan, melakukan kunjungan ke salah satu SMP di Jakarta untuk meminta klarifikasi terkait insiden percobaan bunuh diri yang melibatkan salah satu peserta didik. Dalam kunjungan tersebut, August menekankan pentingnya upaya preventif agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Fraksi PSI menekankan pentingnya menguatkan peran konseling untuk mencegah terjadinya praktik bullying di lingkungan sekolah. Fraksi meminta pihak sekolah untuk tidak ‘denial’ terhadap tindakan bullying sekecil apa pun. Seluruh pihak, terutama guru-guru, harus berkomitmen menjadikan sekolah sebagai tempat aman bagi murid-murid didik,” kata August dalam keterangannya, Senin (27/5/2024). dilansir dari detik.com
Pihak sekolah, termasuk kepala sekolah, guru bimbingan dan penyuluhan (BP), serta wali kelas siswa D, menjelaskan beberapa fakta yang melatarbelakangi insiden tersebut.
“Menurut pihak sekolah, insiden ini tidak terkait dengan intoleransi atau penistaan agama, melainkan terjadi karena salah pengertian siswa D yang meminta teman-temannya untuk mendahulukan piket (membersihkan kelas) sebelum melaksanakan salat Jumat, yang mengakibatkan siswa D merasa ditinggalkan sendirian,” kata August.
Namun, lanjut August, sebelum insiden tersebut, ternyata ada tindakan yang terindikasi sebagai tindakan perundungan. Salah satunya adalah foto siswa D yang diubah dengan menambahkan kumis dan dipajang di flyer di dinding kelas.
“Tadi memang disebutkan oleh guru BP bahwa murid tersebut sempat curhat mengenai hal tersebut. Namun, menurut guru BP, siswa tersebut tidak mempermasalahkan tindakan dari teman-temannya. Menurut saya ini salah ya, guru BP seharusnya proaktif untuk menangani tindakan perundungan tersebut,” ujarnya.
August memberikan beberapa saran kepada pihak sekolah untuk menangani masalah ini dengan lebih baik, termasuk memastikan hak siswa mendapatkan pengajaran terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya. Selain itu, peserta didik harus diberi edukasi terkait tata cara ibadah dan rukun agama Islam (di luar agama Hindu).
Sekolah juga harus memastikan tidak ada perundungan dalam bentuk sekecil apa pun dan menanggulangi masalah tersebut dengan serius, meskipun siswa menyatakan tidak merasa terganggu.
“Pihak dinas pendidikan dan kepala sekolah merespons bahwa mereka akan menyampaikan kepada pimpinan tentang pentingnya menyediakan guru agama Hindu di setiap sekolah yang memiliki siswa beragama Hindu, bekerja sama dengan pura setempat,” ungkapnya.
Dengan demikian, August berharap langkah-langkah ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman dan nyaman bagi seluruh siswa, serta mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang.
Jurnal/Mas