Jurnalindo.com – Wacana pemilihan presiden kembali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tengah mencuat dan menjadi topik hangat di berbagai kalangan. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai, jika wacana ini terealisasi, maka hal itu merupakan langkah mundur dalam perkembangan demokrasi Indonesia.
“Wacana ini mundur ke belakang kalau demokrasi langsung yang merupakan buah dari reformasi akan diwacanakan dikembalikan menjadi wacana tidak langsung melalui pemilihan presiden oleh MPR. Ini adalah suatu kemunduran,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman saat dihubungi, Jumat (7/6/2024). dilansir dari detik.com
Wacana ini muncul setelah Ketua MPR periode 1999-2004, Amien Rais, mengunjungi pimpinan MPR pada Rabu (5/6). Amien mengaku tidak keberatan jika presiden dipilih kembali oleh MPR. Dalam salah satu poinnya, Amien menjelaskan bahwa pemilihan langsung menciptakan politik uang yang masif. Namun, Pukat UGM menilai argumen Amien Rais tersebut tidak tepat.
“Menurut saya, politik uang melalui MPR akan gila-gilaan. Politik uangnya akan sangat transaksional karena jumlah anggota MPR tidak terlalu banyak sehingga justru lebih mudah untuk disuap,” kata Zaenur.
Zaenur menambahkan bahwa dalam banyak studi diketahui politik uang dalam kontestasi pemilihan presiden tidak masif. Praktik tersebut lebih sering ditemukan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan legislatif (pileg).
“Justru kalau nanti dikembalikan ke pemilihan oleh MPR, risiko korupsinya jadi semakin tinggi. Pemilihan presiden secara langsung lebih menjamin demokrasi karena suara rakyat bisa disalurkan tanpa perantara,” ujarnya.
Menurut Zaenur, solusi untuk mengatasi politik uang dalam pemilu tidak semestinya dilakukan dengan mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR. Ia menilai hal tersebut justru menjadi kemunduran dalam demokrasi.
“Saya tidak menafikan politik uang tapi solusinya bukan dengan pemilihan secara tidak langsung. Solusinya adalah dengan memperbaiki pendanaan politik, khususnya pendanaan partai, dan penegakan hukum yang tegas, konsisten, dan adil,” tutur Zaenur.
Wacana Presiden Dipilih MPR
Wacana presiden dipilih kembali oleh MPR muncul saat Amien Rais bertemu pimpinan MPR. Amien awalnya mengatakan kunjungan tersebut turut membahas terkait amandemen UUD 1945.
“Saya menyampaikan kalau mau dikasihkan apa, diberi amandemen, silakan, sesuai kebutuhan zaman,” kata Amien Rais usai bertemu pimpinan MPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/6).
Amien mengaku tidak keberatan jika presiden kembali dipilih oleh MPR. Menurutnya, MPR akan memiliki banyak pertimbangan ketika memilih presiden.
“Jadi sekarang kalau mau (presiden) dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak? MPR kan orangnya berpikir, punya pertimbangan,” ujarnya.
Amien mengaku sempat berpikir naif ketika mengubah aturan pemilu, sehingga presiden dipilih langsung oleh rakyat. Saat itu, dia mengira konsep pemilu langsung akan jauh dari praktik politik uang.
“Dulu kita mengatakan kalau dipilih langsung, one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 127 juta pemilih, mana mungkin, perlu ratusan triliun, ternyata mungkin,” ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan jika partai politik telah sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Bamsoet memastikan pihaknya siap untuk melakukan amandemen.
“Kita ingin menegaskan kalau seluruh parpol setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita,” ujarnya.
Jurnal/Mas