“Diakui atau tidak, dulur semua bisa makan karena ada petani. Tetapi keberadaannya selalu disia-siakan. Sawah menjadi semakin sempit. Arti kata merdeka bagi petani adalah tercukupinya akan kebutuhan sandang pangan. Tapi apabila sedulur yang bukan petani merasa tidak butuh dari hasil bertani, petani tidak akan kecewa. Paling tidak hasil panen bisa dimakan sendiri dan keluarga. Kalau dulur-dulur mau makan material tambang, ibu bumi yang kiranya menjadi saksi.”
Jika kemerdekaan ini tidak dijaga, Pancasila hanya jadi bahan keributan. Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan hanya berhenti di mulut. Ingat para pahlawan yang gugur membela bangsa ini,
Bersama dengan sedulur petani dari pelosok Nusantara, kami mempunyai keprihatinan yang sama, menghadapi hilangnya ruang hidup dan ruang produksi. Di tengah situasi dunia yang memprihatinkan, di mana pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, dampak perubahan iklim yang nyata, dan konflik perang Antara Rusia-Ukraina, membawa dampak global yaitu krisis pangan, krisis energi, dan krisis ekonomi yang melanda lebih dari 60 negara di berbagai belahan bumi.
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 275 juta jiwa, terbesar keempat dunia, juga tidak lepas dari tekanan krisis global saat ini. Perlu keseriusan dari berbagi pihak, baik dari pemerintah, wakil rakyat, dan rakyat itu sendiri dalam mengatasi krisis yang terjadi saat ini.
Besarnya jumlah penduduk selalu berbanding lurus dengan besarnya kebutuhan pangan dan kebutuhan energi. Kedaulatan pangan dan kedaultan energi adalah jawaban dalam menghadapi tantangan besar saat ini. Sudah banyak negara yang bangkrut dan rakyatnya menderita karena kelangkaan pangan dan energi karena mengandalkan impor.
“Di Hari Kemerdekaan Indonesia ini kita patut berterima kasih kepada Gusti karena telah menyelamatkan Bumi Pertiwi yang telah banyak menderita akibat keserakahan segelintir orang akibat oligarki yang terus ‘dipelihara’ hingga hari ini. Ideologi luhur UUD 1945 kekayaan alam dan isinya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, telah dirampas oleh sebagian orang.
Data impor pangan di tahun 2021 menunjukkan pemerintah tidak ada kepedulian kepada petani. Beras 407.891 ton, jagung 1.206.571 ton, kedelai 7.913.018 ton, daging sejenis lembu 214.658 ton. Di saat sumber-sumber pangan dan energi memberhentikan ekspornya karena konflik perang, sudah pasti membawa dampak berantai.
Seharusnya pengambil kebijakan di negeri kita tercinta ini, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi ruang-ruang produksi pertanian, dan melindungi hutan-hutan sebagai sumber dari mata air dan keanekaragaman hayati.
Tetapi yang terjadi justru bertolak belakang. Di awal pandemi DPR dan pemerintah gencar mengesahkan Omnibus Law dan undang-undang Minerba dengan alasan bisnis investasi dan lapangan kerja. Kenyataan yang ada, tenaga negeri asing semakin banyak didatangkan dan mayoritas rakyat yang hidup di desa dan pedalaman menelan pil pahit sebagai dampak dari diobralnya izin alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan industri, pariwisata, pertambangan, serta izin deforestasi atau penggundulan hutan.
Untuk pertambangan dan monokultur tanpa mempertimbangkan kajian hidup strategis, daya dukung wilayah yang baik dan benar. Kaidah penyusunan amdal yang benar dilompati dan masih banyak hal lainnya yang membuat petanu semakin terjepit dan terhimpit.
“Sebagai petani, kami tetap akan berjuang keras untuk terus menanam, terus melawan ‘penindasan’ yang merampas ruang hidup petani atas nama pembangunan dan investasi.Kami tetap ingin menjadi bangsa yang mulia, bukan bangsa budak, dan menjadi pemilik tanah sendiri. Perjuangan ini memang lebih berat karena yang kita hadapi adalah saudara-saudara kita sendiri. Semangat kami akan terus menyala untuk melindungi merah putih yang sebenarnya. Bukan sekedar ritual pengibaran bendera merah putih. Bagi kami, itulah cinta NKRI, planet tempat kita berpijak, planet yang harus terus kita huni dalam menjawab berbagai tantangan yang ada.
Demikian dikemukakan pembina Upacara Rakyat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng 2022, Rabu (17/8/2022).
Wartawan/penulis : Jurianto