Jurnalindo.com – Bencana alam kembali melanda Indonesia. Hujan deras dan banjir besar pada awal Maret 2024 menghancurkan rumah-rumah dan menewaskan banyak orang di Sumatra Barat. Peristiwa ini menandai bencana alam mematikan terbaru di Indonesia, menambah deretan panjang tragedi yang diakibatkan oleh kombinasi cuaca ekstrem dan kerusakan lingkungan. dilansir dari detik.com
Faktor Penyebab Bencana
Pejabat pemerintah menyebut banjir dan tanah longsor terjadi akibat curah hujan yang tinggi. Namun, kelompok pemerhati lingkungan hidup menyoroti penyebab lain yang lebih mendalam. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan bahwa bencana tersebut adalah contoh terbaru dari dampak penggundulan hutan dan pengabaian terhadap lingkungan.
“Jika lingkungan terus diabaikan, maka kita akan terus menuai bencana ekologis,” sebut WALHI seperti dikutip dari VOA.
Hutan Hujan yang Terancam
Indonesia adalah rumah bagi hutan hujan terbesar ketiga di dunia. Namun, sejak tahun 1950, lebih dari 74 juta hektar hutan hujan telah hancur. Berdasarkan data Global Forest Watch, yang memantau hutan dunia secara real-time, Indonesia telah menebang pohon dan membakar hutan untuk membuka lahan bagi pertambangan dan produksi kelapa sawit, kertas, dan karet.
Negara ini adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia dan salah satu eksportir batu bara terbesar serta produsen utama produk kertas, minyak, gas, karet, dan sumber daya lainnya. Selain itu, Indonesia memiliki salah satu cadangan nikel terbesar di dunia, logam penting yang digunakan dalam produk energi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik dan panel surya.
Global Carbon Project, organisasi yang memantau produksi gas rumah kaca penyebab pemanasan global, menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu produsen terbesar gas-gas tersebut akibat pembakaran bahan bakar fosil dan pembabatan hutan.
Dampak Perubahan Iklim
Bank Dunia juga mengingatkan bahwa Indonesia bisa merasakan dampak perubahan iklim secara signifikan, termasuk banjir, cuaca kering, kenaikan permukaan air laut, peningkatan suhu, dan curah hujan yang tidak biasa. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah merasakan dampak tersebut, seperti hujan deras pada musim hujan dan lebih banyak kebakaran pada musim kemarau yang lebih panjang.
Pakar keberlanjutan yang mempelajari Indonesia, Aida Greenbury, mengatakan bahwa hutan dapat membantu mengurangi dampak dari beberapa kejadian cuaca ekstrem. Tanaman dapat memperlambat banjir dengan menyerap air hujan dan mengurangi erosi. Namun, ketika hutan hilang, dampak bermanfaat ini juga ikut hilang.
Sebuah studi tahun 2017 melaporkan bahwa penggundulan hutan dapat menyebabkan erosi tanah, di mana tanah yang tidak terlindungi hilang akibat curah hujan. Erosi tersebut dapat meningkatkan jumlah tanah di sungai, sehingga meningkatkan risiko banjir.
Penebangan Pohon Ilegal
Pasca banjir mematikan pada Maret lalu, Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah mengatakan ada tanda-tanda kuat terjadinya penebangan pohon ilegal di wilayah yang terkena dampak banjir dan tanah longsor. Bencana ini mencerminkan krisis ekologi yang terjadi akibat pengabaian terhadap lingkungan.
Kebijakan dan Tantangan Ke Depan
Para ahli dan aktivis lingkungan hidup menunjukkan bahwa deforestasi juga memperburuk bencana di wilayah lain di Indonesia. Di Papua, penggundulan hutan menjadi penyebab banjir dan tanah longsor yang menewaskan lebih dari seratus orang pada tahun 2019.
Pada tahun 2018, Presiden Indonesia Joko Widodo menghentikan sementara izin baru perkebunan kelapa sawit selama tiga tahun. Menurut klaim data pemerintah, laju deforestasi melambat antara tahun 2021 dan 2022. Namun, para ahli memperingatkan bahwa deforestasi di Indonesia kemungkinan besar tidak akan berhenti dalam waktu dekat karena pemerintah terus melanjutkan proyek pertambangan dan pembangunan infrastruktur.
Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan mulai menjabat pada Oktober 2024, berjanji untuk melanjutkan kebijakan pembangunan Jokowi, yang mencakup pertambangan dan proyek-proyek lain terkait deforestasi. Aktivis lingkungan memperingatkan bahwa perlindungan lingkungan di Indonesia sedang melemah, termasuk undang-undang baru yang menghapus pasal undang-undang yang melindungi sebagian hutan dari pembangunan.
Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia mengatakan, “Penghapusan pasal tersebut membuat kami sangat khawatir tentang deforestasi di tahun-tahun mendatang.”
Banjir besar di Sumatra Barat adalah pengingat keras bahwa upaya perlindungan lingkungan harus ditingkatkan untuk mencegah bencana ekologis di masa depan.
Jurnal/Mas