Jurnalindo.com, – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan permintaan maafnya atas kekhilafan selama memimpin Indonesia dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka. Acara ini digelar di halaman depan Istana Merdeka pada Kamis (1/8/2024) malam.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menyampaikan bahwa dia menyadari kesalahan yang mungkin telah diperbuat selama dua periode kepemimpinannya. Meskipun tidak diungkap secara rinci, Jokowi mengakui bahwa publik memiliki sudut pandang masing-masing mengenai kesalahan tersebut.
“Di hari pertama bulan kemerdekaan, bulan Agustus, dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor K.H. Ma’ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini,” ujar Jokowi. “Khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia,” lanjutnya.
Jokowi menekankan bahwa sebagai manusia biasa, dirinya dan Ma’ruf Amin tidak mungkin bisa menyenangkan dan memenuhi harapan semua pihak. “Saya tidak sempurna, saya manusia biasa, kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Hanya milik Allah, Kerajaan Langit dan Bumi serta apa pun yang ada di dalamnya, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,” tambahnya.
Acara zikir dan doa kebangsaan ini dihadiri oleh sekitar 3.163 orang, termasuk Presiden, Wakil Presiden, pejabat negara, anggota majelis zikir, tokoh agama, pimpinan ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, ulama, kyai, dan santri.
Hubungan Jokowi dan PDIP Retak
Ketegangan antara Presiden Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah menjadi sorotan publik. Hubungan antara Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dikabarkan retak, terutama setelah PDIP mulai bersikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, merasa dirinya menjadi target Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, hal ini terjadi karena Megawati dan PDIP tidak lagi sejalan dengan pemerintah. Kritik yang dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, terhadap pemerintah juga turut memperburuk hubungan tersebut.
“Megawati ingin perlihatkan sedang menghadapi pihak yang sedang berkuasa saat ini,” kata Ujang. “Mungkin karena Hasto kritis, PDIP kritis, maka dikerjain,” tambahnya.
Ujang juga menyebut bahwa Megawati menganggap pemerintah menggunakan KPK sebagai alat untuk menekan lawan politik. Megawati bahkan menduga dirinya akan menjadi target KPK setelah Hasto dipanggil oleh KPK dan polisi.
Sebagai politisi yang pernah berlawanan dengan pemerintahan Orde Baru, Megawati mewanti-wanti bahwa ia tidak akan mundur dari perlawanan politiknya. Hal ini menunjukkan bahwa PDIP dan pemerintah kini telah menjadi lawan politik yang nyata.
Dengan permintaan maaf yang disampaikan oleh Jokowi, diharapkan ada titik terang dalam hubungan antara pemerintah dan PDIP. Namun, apakah ini cukup untuk meredakan ketegangan yang ada, hanya waktu yang akan menjawab. (Wartakotalive/Nada)