Jurnalindo.com, – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatalkan ketentuan hak guna lahan hingga 190 tahun di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sebelumnya diatur melalui skema double cycle Hak Atas Tanah (HAT). Putusan yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025) tersebut menetapkan bahwa penggunaan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah IKN kini hanya dapat diberikan maksimal 95 tahun.
Putusan ini sekaligus mengoreksi norma Pasal 16A ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN, yang sebelumnya memungkinkan pemberian hak guna berulang hingga dua siklus lengkap.
HGU dan HGB Kini Dibatasi 95 Tahun
Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menegaskan bahwa pemberian HGU hanya dapat dilakukan dalam kerangka waktu sebagai berikut:
-
Pemberian awal: maksimal 35 tahun
-
Perpanjangan: maksimal 25 tahun
-
Pembaruan kembali: maksimal 35 tahun
Total keseluruhan: 95 tahun.
“Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” ujar Enny.
MK menilai argumentasi para pemohon—which menolak durasi hak guna sampai 190 tahun—memiliki dasar konstitusional, sehingga permohonan mereka dinyatakan beralasan menurut hukum.
Untuk Hak Guna Bangunan (HGB), batas waktu yang berlaku adalah:
-
30 tahun masa pemberian awal
-
20 tahun perpanjangan
-
30 tahun pembaruan
Total: 80 tahun.
Putusan ini memunculkan pertanyaan publik mengenai masa depan investasi dan progres pembangunan di IKN.
OIKN Pastikan Minat Investor Tetap Tinggi
Menanggapi putusan MK, Juru Bicara Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Troy Pantouw, memastikan bahwa keputusan tersebut tidak memengaruhi minat investor.
“OIKN memastikan bahwa minat investor tetap tinggi untuk turut berkontribusi memperkuat ekosistem di IKN. Berbagai insentif fiskal juga sudah dipersiapkan,” kata Troy saat dikonfirmasi, Selasa (18/11/2025).
Ia menegaskan bahwa OIKN menghormati putusan MK dan akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian ATR/BPN serta kementerian/lembaga lainnya untuk menyelaraskan aturan teknis. Meski begitu, Troy mengaku aturan teknis di lapangan masih memerlukan pembahasan lebih lanjut.
Troy juga menegaskan bahwa pembangunan IKN tetap berjalan sesuai target, terutama penyelesaian sarana-prasarana dan kawasan institusi negara.
“OIKN bersama kementerian dan lembaga lain terus menyelesaikan pembangunan sarana dan prasarana, khususnya ekosistem legislatif dan yudikatif pada 2028 sesuai arahan Presiden Prabowo,” ujarnya.
Putusan MK Dinilai Beri Kepastian Hukum
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyambut baik putusan MK dan menilainya selaras dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 tentang penguasaan negara atas sumber daya alam.
“Putusan MK tidak menghambat investasi. Yang dikoreksi adalah durasi hak, bukan kepastian berusaha. Semua proses yang sudah berjalan dapat dilanjutkan dengan penyesuaian,” kata Nusron dalam pernyataannya.
Menurut Nusron, koreksi MK justru memberikan kepastian hukum bagi investor serta memperkuat visi Presiden Prabowo untuk menjaga iklim investasi yang sehat dan adil. Ia juga melihat putusan ini sebagai momentum memperkuat fungsi sosial tanah.
“Putusan MK dapat menjadi momentum untuk memperkuat fungsi sosial tanah, terutama melindungi masyarakat lokal dan adat,” tambahnya.
Apa Dampaknya bagi Masa Depan IKN?
Meski sempat menimbulkan kekhawatiran publik, respons pemerintah dan OIKN menunjukkan bahwa:
-
Investasi tidak terhenti, hanya skema durasi hak guna yang harus menyesuaikan.
-
Pembangunan fisik tetap berlanjut, termasuk pusat legislatif dan yudikatif yang ditargetkan selesai pada 2028.
-
Kepastian hukum justru meningkat, karena durasi hak atas tanah kini kembali sejalan dengan prinsip konstitusi.
-
Perlindungan terhadap masyarakat lokal dan adat diperkuat, mengingat hak guna ultra-panjang sering dikhawatirkan meminggirkan komunitas di sekitar kawasan pembangunan.
Putusan MK ini dipandang sebagai penyeimbang antara kepentingan investasi jangka panjang dan prinsip pengelolaan sumber daya yang berkeadilan. (Nada/Kompas.com)












