Mahkamah Konstitusi Menolak Perubahan Batas Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden

(Tangkapan Layar)
Tangkapan Layar

Jurnalindo.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Permohonan ini diajukan oleh Partai Garuda yang ingin mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. Keputusan MK ini memiliki dampak signifikan, terutama terkait dengan niat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024.

Ketua MK, Anwar Usman, dalam pembacaan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, menyampaikan bahwa Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan ini dan bahwa para pemohon memiliki kedudukan hukum yang sah untuk mengajukan permohonan ini. Namun, MK memutuskan bahwa pokok permohonan dari Partai Garuda tidak beralasan menurut hukum dalam keseluruhan.

“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar.

Keputusan MK ini mencakup elemen-elemen penting, yang pertama adalah bahwa MK memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini, yang memverifikasi keberadaan alasan hukum yang kuat untuk membatasi usia calon presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini, MK menegaskan bahwa perubahan usia minimal calon presiden dan wakil presiden tidak beralasan menurut hukum.

Keputusan MK tersebut juga mencatat adanya pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam perkara ini dari hakim MK Suhartoyo dan M Guntur Hamzah, yang menunjukkan kompleksitas dan kontroversi dari masalah ini. Permohonan ini telah mengalami serangkaian proses sejak diajukan pada Mei 2023, termasuk sidang-sidang penting yang mendengarkan keterangan dari berbagai pihak terkait.

Keputusan ini akan memiliki dampak penting dalam proses Pemilu 2024, mengingat potensi calon seperti Gibran Rakabuming Raka yang saat ini tidak akan memenuhi batas usia minimal yang ditetapkan. Ini juga menyoroti pentingnya Mahkamah Konstitusi dalam menjaga aturan dan ketentuan dalam sistem hukum Indonesia.

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menolak permohonan Partai Garuda yang mengajukan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Partai Garuda berupaya mengubah batas usia minimal menjadi 40 tahun atau mempertimbangkan pengalaman sebagai penyelenggara negara. Keputusan ini memengaruhi potensi keterlibatan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024.

Namun, sebelum MK membuat keputusan ini, Menko Polhukam Mahfud MD mengekspresikan pandangannya. Menurut Mahfud MD, MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah atau menentukan aturan tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden. Menurutnya, UndangUndang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang saat ini sedang diuji materi di MK, hanya dapat ditentukan atau diubah oleh DPR dan pemerintah sebagai positive legislator.

Kontroversi ini menciptakan perdebatan seputar peran MK dalam mengubah aturan pemilihan presiden dan wakil presiden. Terlebih lagi, saat gugatan ini muncul, ada kaitan dengan potensi partisipasi Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan. Gibran saat itu berusia 36 tahun dan memiliki pengalaman sebagai wali kota.

Keputusan MK ini mencerminkan kompleksitas hukum dan politik yang terlibat dalam perubahan aturan pemilihan presiden dan wakil presiden. Selain itu, hal ini juga menyoroti pentingnya pembahasan aturan yang cermat dalam konteks demokrasi dan pemerintahan yang kuat di Indonesia. (Nada/Replublika.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *