KPU RI Tidak Akan Bentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual, Fokus pada Pengawasan Internal

Sumber foto : Kompas.com
Sumber foto : Kompas.com

Jurnalindo.com,- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia tidak berencana membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual, meskipun ada desakan kuat dari berbagai pihak. Keputusan ini muncul setelah kasus asusila yang melibatkan mantan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, yang berujung pada pemecatannya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, menyatakan bahwa KPU RI sudah memiliki tim pengawasan internal (wasnal) yang berfungsi mengawasi dan menangani perilaku aparatur yang tidak tertib. Afif, yang selama ini menjabat sebagai Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan Internal KPU RI, mengatakan, “Ini mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan aparatus yang tidak tertib,” kepada wartawan pada Senin, 15 Juli 2024.

Pengawasan Internal KPU

Menurut Afif, pengawas internal saat ini sudah memeriksa dan mengadili jajaran yang bertindak tidak sesuai aturan, termasuk melaporkan mereka ke DKPP jika diperlukan. Meski demikian, Afif menegaskan bahwa KPU sedang mengkaji upaya pencegahan dan penindakan kasus kekerasan seksual. Dalam waktu dekat, KPU berencana menerbitkan keputusan yang mengatur perlindungan terhadap kekerasan perempuan, yang saat ini masih dalam tahap pematangan.

Rencana Keputusan Baru

Afif berjanji bahwa aturan baru ini akan disosialisasikan dan dilaksanakan dengan langkah-langkah percepatan kepada jajaran penyelenggara pemilu di KPU. “Nanti pada saatnya kita akan sampaikan,” ujar Afif.

Desakan dari Komnas HAM

Sebelumnya, Komnas HAM mendesak agar semua lembaga penyelenggara pemilu, termasuk KPU, membentuk satgas pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual sebagai bentuk implementasi dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Wakil Ketua Komnas HAM RI, Pramono Ubaid Tanthowi, menilai bahwa satgas tersebut dapat menjadikan KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai ruang yang aman dan bebas bagi perempuan untuk menjalankan seluruh aktivitasnya.

Evaluasi Menyeluruh

Pramono juga mendesak lembaga-lembaga penyelenggara pemilu tersebut untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh, baik terkait dengan regulasi, kebijakan, maupun perilaku individu di dalamnya, dalam kaitannya dengan pemenuhan hak-hak politik perempuan.

Keputusan KPU untuk tidak membentuk satgas khusus telah menimbulkan berbagai reaksi. Namun, KPU tetap berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan internal dan mengkaji langkah-langkah preventif yang diperlukan guna melindungi semua anggotanya dari tindak kekerasan seksual. Dengan adanya aturan baru yang sedang dipersiapkan, diharapkan ada peningkatan signifikan dalam perlindungan terhadap kekerasan seksual di lingkungan KPU. (Kompas.com/Nada)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *