Agama dan Rasisme (Meneropong Bentrok PWI dan ex FPI)

Penulis : Teguh Santoso, S.Pd.I, M.Ag (Dosen Universitas Safin Pati

Jurnalindo.com, – Agama dan Rasisme pada dasarnya adalah dua kutub yang berseberangan, bahkan saling berlawanan. Agama Islam secara prinsip mengajarkan kesetaraan, apapun suku dan warna kulit kita semua dianggap sama dihadapan Sang Pencipta. Pesan kesetaraan itu terlihat jelas dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengena”. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”. Semangat kesetaraan ditemukan dalam semua agama, dalam ajaran Nasrani juga mengajarkan hal yang serupa. Seperti yang tersermin dalam Injil Galatia 3:28: “Tidak ada lagi orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada lagi hamba atau orang merdeka, tidak ada lagi laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” Ayat ini menekankan bahwa dalam Kristus, semua perbedaan sosial, etnis, atau jenis kelamin menjadi tidak relevan. Tuhan melihat semua orang sama, sebagai ciptaan-Nya yang berharga.

Dua pesan langit diatas seharusnya cukup untuk menjadikan kita faham betapa Sang Pencipta sangat menghargai kemanusiaan dan mengajarkan kita nilai-nilai kemanusiaan. Agama pada fitrahnya menjadikan kita manusia yang sesungguhnya, yaitu manusia yang memanusiakan manusia dengan segala kemanusiaanya. Agama tidak menuntut kita menjadi Malaikat, hingga kita melupakan sisi kemanusiaan kita. Karena sejatinya manusia adalah manusia yang bisa memanusiakan manusia.

Dilain sisi Rasisme merupakan musuh dari kemanusiaan itu sendiri. Dimana fanatisme kecintaan atau fanatisme kebencian dibangun diatas pondasi rasis. Tolak ukur kebaikan dan keburukan bukan lagi kemanusiaan dan kemaslahatan itu sendiri, melainkan berdasarkan dari keturunan/suku/marga/kelompok mana?. Pergeseran timbangan sosial berdasarkan rasisme ini, ibarat bola api liar yang akan membakar keutuhan berbangsa dan bernegara Indonesia. Karena Indonesia dirajut berdasarkan nilai “Bineka tunggal eka”. Dimana spirit kesetaraan dan persatuan adalah benang yang merajut Indonesia.

Peristiwa bentrokan antara ormas PWI dan ex FPI di Pemalang Jawa Tengah seharusya sudah lebih dari cukup menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Puluhan orang tumbang berdarah-darah saling serang dan saling bacok. Tidak selayaknya alasan fanatisme rasisme (dari kedua pihak) layak mengalirkan darah manusia. Dalam agama Islam dikenal maqoshidus syari’ah yang mengajarkan hifdzun nafs dimana menjaga keselamatan nyawa menempati urutan pertama. Karena di Dunia ini tidak ada yang lebih berharga dari nyawa manusia. Tidak boleh setetes darahpun mengalir hanya karena fanatisme rasial.

Agama seharusnya menjadi pemersatu yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, seperti terjadi anomali agama justru menjadi alasan untuk melakukan tindakan-tindakan rasial. Sehingga seakan-akan agama mengajarkan rasisme. Jika fenomena anomali seperti ini terus membesar, tidak menutup kemungkinan atheisme akan meningkat. Dimana generasi muda melihat agama bukan lagi sebagai solusi kehidupan, justru menjadi sumber munculnya masalah. Seperti yang terjadi di timur tengah dimana radikalisme meningkat selaras dengan atheisme yang meningkat juga.

Akan sangat melelahkan jika tenaga, fikiran, dan energi bangsa ini disibukan dengan isu-isu rasial dan radikal. Bangsa kita tidak pernah bergeser dari isu rasial dan radikal, seperti jalan ditempat hanya pakaian dan tutup kepalanya saja yang berbeda. Entah karena dua isu diatas memang yang paling gurih dan murah untuk menguras dan mengalihkan perhatian masyarakat, atau memang masyarakat kita yang memang tidak diberi pilihan. Jika terus seperti ini, Bangsa Indonesia akan semakin tertinggal jauh mengejar kemajuan teknologi, sains, ekonomi dan militer dari negara lain.

Entah siapa yang bermain bola api rasisme ini, dibelakangnya pasti ada wasit yang mengatur gesekan sosial ini. Seperti halnya juga ada pelatih yang meracik gesekan sosial ini. Dan tidak lupa pemodal club yang mendanai. Ah dua ormas besutan Pakde Wir dan Pakde dudung ini emang lagi lucu-lucunya.

Apakabar Korupsi 1000 Triliun ? (Jurnalindo.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *