Guru Besar FKUI : Perokok Berisiko Lebih Besar Kena TB

  jurnalindo.com – Jakarta, 03/12  – Guru Besar FKUI Prof. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan para perokok berisiko lebih tinggi untuk sakit, meninggal akibat tuberkulosis (TB), dan berjuang untuk menyembuhkan penyakit TBC.

Dalam pesan elektroniknya pada hari Sabtu, dia menjelaskan bahwa data menunjukkan bahwa satu dari lima pasien TB di seluruh dunia terkait dengan kebiasaan merokok.

Data Global Adult Tobacco Survey 2021 (GATS) menunjukkan sekitar 34,5 persen penduduk Indonesia merokok atau menggunakan berbagai jenis tembakau.

Saat ini, sekitar 70,2 juta orang dewasa di Indonesia menggunakan produk tembakau (tembakau, tembakau yang dipanaskan, tembakau kunyah) setiap hari atau sesekali.

Angka tersebut adalah 33,5 persen perokok, 1 persen pengguna tembakau kunyah, dan 3 persen pengguna rokok elektrik. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, 65,5 persen pria Indonesia dan 3,3 persen wanita merokok atau menggunakan produk tembakau.

Prof. Tjandra berpendapat perlu adanya integrasi antara program TB dengan program merokok, dan salah satu bentuk nyatanya adalah setiap pasien TB perlu ditanyakan apakah memiliki kebiasaan merokok.

Jika pasien mengatakan ya, mereka harus segera terdaftar dalam program berhenti merokok di puskesmas dan rumah sakit.

“Saat ini Kementerian Kesehatan dalam proses akhir penyusunan buku Pedoman Integrasi Layanan Upaya Berhenti Merokok dan Tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mudah-mudah dapat segera diselesaikan dan diterapkan di lapangan,” kata dia.

Selain risiko TB, direktur program pascasarjana Universitas YARSI itu juga mengingatkan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Saat ini sedang dilakukan pengujian di beberapa daerah untuk mendeteksi PPOK pada perokok dengan menggunakan kuesioner yang kemudian diketahui melalui spirometri. Perokok kemudian ditempatkan dalam program berhenti merokok.

“Tahap ini masih dalam bentuk konsultasi tetapi ke depan akan digunakan juga obat dan atau alat tertentu,” tutur Prof Tjandra.

Ia melanjutkan, kebiasaan merokok juga terkait dengan stunting. Data yang disampaikan Wakil Kepala BKKBN pada 7th Asia Pacific Summit of Mayors on Health di Bali pada 2 Desember 2022 menunjukkan bahwa anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok, tumbuh 1,5 kg lebih berat dan lebih tinggi 0,34 cm dibandingkan anak dari orang tua perokok.

Data juga menunjukkan angka stunting bisa turun hingga satu persen saat anak tidak terpapar rokok, dan kebiasaan merokok atau menggunakan tembakau saat hamil meningkatkan risiko stunting pada anaknya.

Ditambahkannya, selain di Puskesmas, masyarakat yang berhenti merokok juga bisa mengikuti program berhenti merokok Quitline dengan menghubungi 08001776565 untuk berhenti merokok. RS Persahabatan Jakarta juga membuka klinik berhenti merokok.(jurnalindo/salman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *