Jurnalindo.com – Fenomena self healing memang tengah menjadi cara yang banyak digaungkan generasi milenial.
Namun, pada dasarnya apakah self healing mempunyai batasan?
Proses mengembalikan semangat setelah lelah dengan aktivitas serta kesibukan sehari-hari membuat banyak orang merasa bahwa dirinya membutuhkan hiburan sejenak. Self healing menjawab keadaan dan situasi tersebut.
Kaitannya dengan ini, psikolog klinis lulusan Universitas Gadjah Mada Zahrah Nabila Putri mengatakan mengapresiasi diri sendiri dengan self-healing sesuai dengan hal yang disukai adalah hal yang wajar namun harus diimbangi dengan refleksi diri, apakah self-healing tersebut bermanfaat bagi diri sendiri.
Selanjutnya, Zahrah menambahkan apakah self healing benar-benar dapat kita jadikan sebagai dukungan atau motivasi terhadap keadaan yang kita yakini melelahkan? Zahrah pun mengaitkan batasan-batasan terhadap self healing.
Baca Juga: Kasiat Ketumbar untuk Kesehatan
“Ketika kita paham kalau self-healing bisa untuk dijadikan dukungan dari diri untuk menghadapi burnt-out (rasa lelah dan kewalahan) harapannya tentu kegiatan itu bisa menjadi support. Bicara soal batasan, itu adalah pertanyaan untuk diri sendiri, apakah kita menerima atau menolak (gagasan itu) untuk menghadapi stres kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, Zahra mengatakan jika harus ada batasan yang kita buat dalam sebuah kinerja. Ketika kita merasa sudah tidak kuat maka tidak perlu membuat standar yang dirasa dapat memberatkan.
“Kita perlu mengakui kalau kita merasa burnt-out. Yang perlu dilakukan adalah melihat tiga sisi kita yaitu dari sisi emosional, fisik, dan pikiran. Manakah burnt-out yang paling menyerang dari ketiga hal itu. Dari situ, kita bisa coba release dengan berbagai hal yang sesuai seperti olahraga, meditasi, journalling, dan lainnya,” Pungkas Zahrah. (Nawa)