Jurnalindo.com – Kanker leher rahim atau kanker serviks merupakan penyakit mematikan yang tidak memiliki gejala awal. Setidaknya memerlukan waktu sepuluh tahun untuk menimbulkan gejala.
gejala seperti rasa sakit pada saat buang air kecil, nyeri panggul, pendarahan tidak normal, keputihan berlebihan, serta pendarahan setelah berhubungan intim, baru akan muncul pada saat penyakit ini memasuki stadium lanjut.
Pada awalnya, banyak orang menganggap bahwa penyakit ini hanya akan diderita oleh perempuan di usia 40 tahun ke atas. Kenyataannya, perempuan usia 30an juga bisa menderita penyakit mematikan ini.
Pada stadium lanjut, penderita kanker serviks saat berhubungan intim akan mengeluarkan darah.
“Pada stadium yang lanjut, meskipun tidak melakukan apa-apa, akan berdarah dengan sendirinya karena saking rapuhnya kondisi mulut rahim,” Kata praktisi kesehatan, yang juga spesialis obstetri dan ginekologi dr I Made Oka Widiabdi Husada SpOG. Dilansir dari antaranews.
“Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyebab kematian nomor dua terbesar bagi wanita dan diperkirakan setiap satu jam ada wanita yang meninggal karena kanker ini,” kata dr Oka.
Menurut dia, cukup miris jika melihat tingginya jumlah kasus penderita kanker serviks (kanker mulut rahim) itu, padahal sesungguhnya dapat dicegah.
“Angkanya masih tinggi karena kesadaran masyarakat kita yang kurang. Ada yang masih malu untuk memeriksa, ada yang menganggap jika periksa nanti ketahuan penyakitnya. Padahal sekarang metode pencegahan melalui vaksinasi dan pemeriksaan sudah banyak,” ujarnya.
Dokter yang bertugas di RS Bali Med dan RS Surya Husadha itu mengatakan, jika saja kanker serviks diketahui di bawah stadium satu akan bisa disembuhkan 100 persen.
Pencegahannya dapat melalui pemberian vaksinasi HPV dan juga pemeriksaan papsmear. Vaksinasi itu akan sangat efektif jika diberikan pada kaum perempuan yang belum melakukan hubungan seksual atau target efektif itu sekitar usia 10-25 tahun.
“Yang bisa terkena adalah wanita yang sudah aktif secara seksual dan selama ini kasusnya belum pernah ditemukan pada wanita yang belum aktif secara seksual,” ucap dr Oka.
Sementara itu, Dr dr Gede Wirya Kusuma Duarsa, MKes SpU menyampaikan materi pencegahan dan deteksi dini kanker prostat. Faktor risiko penderita kanker ini dari sisi keturunan, ras, diet, pola makan dan sebagainya.
“Di Indonesia, 58 persen pasien datang memeriksakan diri setelah stadium lanjut, karena tanpa gejala. Jika pun ada gejala, seperti pembesaran prostat biasa yakni tidak tuntas buang air kecil atau anyang-anyangan, dan bolak-balik buang air kecil ketika malam hari,” katanya.
Untuk pencegahannya, lanjut dr Wirya, adalah dengan melakukan deteksi dini. Biasanya pada pasien dengan riwayat keluarganya ada menderita kanker serviks, sebaiknya “screening” dilakukan mulai usia 40 tahun. (Nawa)